Krisis Palestina Ujian Kebijaksanaan Mengurus Keamanan dan Keadilan Global
Krisis kemanusiaan di Palestina masih terus berlangsung. Seolah-olah belum ada noktahnya. Korban tewas dan luka-luka telah berjatuhan dan menemui syahidnya. Keberutalan rezim Zionis seperti belum bisa dihentikan oleh pihak manapun.
Agenda genosida total yang dilakukan rezim Zionis Israel terhadap rakyat dan negara Palestina tampaknya hendak memusnahkan seluruh generasi rakyat dan pewaris Bumi Suci Palestina. Rezim Zionis sepertinya mengabaikan tekanan internasional bahkan dari rakyatnya sendiri. Hingga saat ini, korban yang menemui shahidnya telah mencapai belasan ribu dan puluhan ribu lainnya mengalami luka-luka.
Ironisnya, krisis dan ujian pahit ini seakan-akan hanya perlu dirasakan oleh rakyat Palestina. Tanpa harus ada akhirnya. Terutama anak-anak generasi pewaris Palestina yang tidak berdosa, yang seharusnya diberi ruang dan kesempatan untuk membangun masa depan mereka yang lebih baik. Seperti anak-anak dan generasi lain di dunia ini.
Sementara dunia dengan tanpa malu masih penuh dengan retorika, sarat dengan basa basi hampa dan tanpa solusi yang tepat. Resolusi perundingan dan konferensi seolah-olah hanya habis dan selesai di ruangan sidang, gedung konvensi belaka. Tanpa tindakan nyata.
Akankah kita hanya menunggu dan menunggu, hingga seluruh rakyat dan negara Palestina musnah? Agenda genosida yang dilakukan rezim Zionis Israel dibiarkan mencapai tujuan dan cita-citanya?
Sesungguhnya krisis Palestina bukan hanya ujian bagi saudara kita, rakyat dan negara Palestina. Justru, ini benar-benar merupakan ujian bagi kebijaksanaan seluruh dunia. Khususnya masyarakat Islam dalam segala status dan jabatan.
Terlepas apakah ia berstatus sebagai pemimpin, pengambil keputusan, organisasi (seperti OKI dan Liga Arab), institusi, intelektual, cendekiawan, pelajar, mahasiswa, masyarakat sipil, individu dan kelompok, kaya dan miskin, teknokrat konglomerat, pedagang dan konsumen semuanya diuji.
Sudahkah kita mengambil bagian terpenting dalam menyelamatkan rakyat dan negara Palestina? Atau justru sebaliknya? Sangatlah malang, delapan miliar lebih penduduk dunia dan dua miliar lebih umat Islam di dunia tidak mampu menundukkan seorang Netanyahu, pemimpin rezim Zionis Israel dan sembilan juta penduduknya.
Padahal, hal ini sangat memalukan bagi kita sebagai umat manusia yang prihatin terhadap nasib bangsa dan negara Palestina. Belum lagi ketika Netanyahu terang-terangan dan tegas menolak resolusi PBB. Bahkan keputusan Mahkamah Pengadilan Internasional (ICJ) kemarin, yang dibawa oleh Afrika Selatan seolah menunjukan ketidakberdayaan ICJ dan dunia berhadapan kejahatan rezim Zionis.
Menghadapi peristiwa di Palestina, kita tidak hanya menyaksikan konflik politik etnis yang rumit. Kita sebagai umat manusia diuji oleh ketidakadilan yang menghancurkan kehidupan jutaan orang. Krisis di Timur Tengah bukan hanya persoalan geografis atau sejarah, ini adalah panggilan moral bagi kita semua. Bahkan bagi seorang muslim, itu juga merupakan panggilan spiritual yang menjanjikan pahala dan ganjaran surgawi serta keridhaan Allah SWT.
Memang benar, di negeri kecil bernama Palestina, ada cerita yang tak pernah surut: peperangan, penindasan, invasi, dan kesengsaraan. Selama berpuluh-puluh tahun, kehidupan di tanah yang diberkati itu merupakan kisah penderitaan yang tiada habisnya bagi penduduknya.
Perang, agresi tanpa belas kasihan telah merenggut nyawa tak berdosa. Anak-anak kehilangan masa depan mereka, keluarga-keluarga kehilangan rumah mereka, dan harapan terus memudar di balik puing-puing dan sisa-sisa selongsong peluru, bangkai tank dan senjata perang yang membunuh nyawa dan masa depan.