OPINI

Aksi Damai ‘People Power’ Menumbangkan Rezim Jokowi

Meskipun ada pemantik dengan peristiwa penembakan hingga tewasnya aktor oposisi terkuat Benigno Aquino di Bandara Metropolitan Manila saat pulang dari pengasingannya.

Tetapi, hal yang paling krusial dan fundamental yang mendorong terjadinya aksi gerakan people power di Filipina, sesungguhnya adalah adanya kecurangan secara TSM terhadap penyelenggaran Pemilu ketika putrinya, Qory Qorazon Begnino Aquino menjadi kandidat penantang Presiden rezim otoritarian Ferdinand Marcos.

Yang amat dramatis dan disanjung oleh dunia, aksi gerakan people power itu berlangsung damai, tanpa anarki dan kerusuhan, serta sangat minimal menimbulkan korban tewas, akhirnya berhasil menumbangkan rezim zalim Ferdinand Marcos itu.

Ini yang harus diaplikasikan oleh rakyat Indonesia saat mana tengah melakukan aksi-aksi demo dari pelbagai elemen dan komponen bangsa terpenting dan strategis.

Apalagi sudah direstui dan dilegitimasi oleh sebagian rakyat secara terbuka pula. Bukan disesati gerakan partisan dan separatis, terselubung dan tidak sah. Dengan damai melawan membawa satu target memakzulkan Jokowi.

Kebenaran memakzulkan Jokowi terlebih dahulu, adalah suatu keniscayaan, dikarenakan Jokowilah aktor utama sang pemegang supremasi kekuasaan negara dan pemerintahan yang sudah berlangsung dan terbuktikan dengan kinerja sangat buruk dan memalukan itu.

Jokowi ibarat kepala ular kobra. Jika kepala ular itu sudah terpenggal terlebih dahulu, maka seluruh badan hingga ekornya mati.

Meskipun Jokowi berasal dari kekuasaan civiliant namun berlaku amat diktator otoritarianisme bak kekuasaan yunta militer itulah, tak terpungkiri Jokowi menjadi sumber penyebab utama terjadinya perlakuan kecurangan-kecurangan secara TSM di Pilpres 2024. Sekaligus, menjadi sinyal pertanda bagi pengrusakan dan kehancuran demokrasi.

Melalui seluruh perangkat aparatur negara teratas hingga terbawah. Selevel menteri hingga kepala desa. Juga TNI dan Polri. Bahkan, sekarang KPU dan Bawaslu bertendensi menjadi dua boneka baru Jokowi, setelah MK.

Ditambah sebelumnya banyaknya pelanggaran-pelanggaran konstitusional yang sesungguhnya tampak disengaja secara sadar, sudah diperingatkan para cendekia tidak diindahkan, dan nasihat dan petunjuk para agamawan itu tetap dianggap remeh-temeh, disepelekan.

Seolah hanya dianggap sebagai pelanggaran yang bersifat etika dengan tanpa sanksi hukum, pikiran absurdnya akan mudah terhadang dengan hak imunitasnya.

Padahal, pelanggaran etika itu sendiri yang mengedepankan dasar dan prinsip moralitas dan keadilan itu sesungguhnya induk dari segala sumber hukum konstitusional.

Etika itu nafas, jiwa dan ruh hukum konstitusional itu sendiri.

1 2Laman berikutnya

Artikel Terkait

Back to top button