Jokowi Memang Kurang Ajar
Terma kurang ajar dapat berarti sikap dan tindakan berlebihan seperti anak melawan orang tua atau murid mengejek guru tetapi maknanya dapat juga kurang terpelajar atau kurang memahami bagaimana menjadi orang yang terdidik. Tidak memiliki ilmu yang mumpuni. Gonjang ganjing ijazah palsu yang didiamkan atau tidak diklarifikasi adalah contoh Jokowi itu memang kurang ajar. Rakyat dibodohi atau dianggap tidak ada.
Di penghujung masa Jabatannya, kurang ajar Jokowi semakin nyata dan sengaja. Tidak peduli atau takut menghadapi cemoohan atau tekanan. Tentu bukan hebat tetapi hilang rasa malu apalagi dosa. Semua dikerjakan sepertinya nir moral. Tanpa moral politik, moral hukum, dan tentu moral agama. Kebijakannya steril dari pertimbangan agama. Wajar jika orang bertanya agama Jokowi itu apa? Sinkretis, sekuler, mistis, paganis atau hedonis? Yang jelas agama islam tidak seperti itu.
Kasus pengorbitan dan pengkarbitan anak-anak untuk naik singgasana adalah contoh kurang ajarnya. Di samping kapabilitas yang rendah juga cara pengorbitannya tidak fair. Mekanisme curang digunakan. Gibran berselancar tidak halal melalui MK dan KPU. Kaesang menunggangi MA. Jokowi memang joki yang mumpuni atau mahir dalam memanipulasi.
Ketika memasuki bulan-bulan akhir, Jokowi nekad mengangkat 3 (tiga) Wamen tanpa jelas urgensinya. Ada Wamenkeu, Wamentan dan Wameninves. Tidak ada kebutuhan mendesak untuk pekerjaan itu selain “bagi-bagi” atau “bargaining” semata. Atau mungkin agar ada kaderisasi maling yang dipersiapkan untuk nanti. Bobroknya Jokowi adalah menjadikan Kementrian sebagai sarang perampokan.
Kurang ajar teranyar ialah kebijakan impor daging China, maksudnya impor manusia China. Pemerintahan Jokowi bukan hanya mengimpor hasil pertanian tetapi juga petaninya. Petani China diajak untuk bercocok tanam di Indonesia. Negara agraris ini diperkosa oleh penguasa serakah. Di tengah pribumi yang terengah-engah mencari kerja, Jokowi memberi kerja kepada orang-orang China.
Menjelang pelantikan pemerintahan baru, Jokowi bukan menyiapkan warisan yang berharga tetapi justru harta beracun. Pemerintahan ke depan dibuat dalam keadaan “makan buah simalakama”. Prabowo terpaksa berada di persimpangan jalan. Buah itu sedang disiapkan oleh Jokowi dengan pengawalan anjing herder RRC yang mengancam dan sewaktu-waktu menerkam.
Rakyat Indonesia tidak boleh diam melihat kejahatan yang ada di depan mata. Jokowi kurang ajar di depan mata Megawati, teman seiring yang ditonjok. Kurang ajar kepada Prabowo diikat dengan jasa habis-habisan untuk dikendalikan. Dan Jokowi kurang ajar kepada rakyat Indonesia. Mencekik dan menyengsarakan. Memaksa untuk menerima Jokowi agar tetap berkuasa melalui dinasti.
Atas karakter kurang ajar itu, Megawati harus ‘all out’ melawan. Lalu gulingkan. Berontak dari penyanderaan kasus. Prabowo juga mesti mandiri jangan menjadi ‘bebek lumpuh.’ Buktikan bahwa setelah menjadi Presiden tumbuh jati dirinya, tumbuh nasionalismenya dan tumbuh keprajuritannya. Tidak gemoy, geboy, dan letoy selamanya.
Akhirnya rakyat harus menjadi penentu dan membangun kesadaran untuk merebut kembali kedaulatannya. Jangan teruskan Indonesia menjadi Negara Oligarkhi. Mulainya dari tangkap dan adili Jokowi.[]
Asyari Usman, Pemerhati Politik dan Kebangsaan.
Bandung, 21 Juli 2024