NUIM HIDAYAT

Snouck Hurgronje, Orientalis Pelayan Belanda

Meski bukti setumpuk bahwa Snouck adalah orientalis yang menjadi kaki tangan Belanda, tetapi beberapa orang di tanah air ada yang menganggapnya ia adalah Muslim. Salah satunya adalah dosen saya di Universitas Indonesia, namanya RT. Ia yakin bahwa Snouck adalah Muslim. Rupa-rupanya selain dia, ada beberapa tokoh Islam lain yang juga bersimpati kepada Snouck.

Sejarawan Dr Alwi Alatas mencatat, ”Orientalis Belanda ini tentu saja tidak bekerja sendirian. Ia memiliki banyak informan dan sahabat dari sebagian tokoh lokal, seperti Haji Hasan Mustafa di Jawa Barat serta Sayyid Uthman bin Yahya, ulama Hadrami yang menjadi mufti Batavia. Para informan dan penerima pengaruh Snouck ini tampaknya mempercayai status orientalis Belanda itu sebagai seorang Muslim.

Haji Abdul Ghaffar, bahkan sebagai seorang yang alim dalam agama Islam, dan karenanya disegani serta didengarkan pendapat dan permintaannya. Sayyid Uthman bin Yahya telah mendapatkan kritik-kritik yang keras dari orang-orang Hadrami yang berhaluan pan Islamis serta kaum tarekat yang berseberangan dengannya, karena beberapa pandangan dan fatwanya yang memihak pemerintah kolonial dan berseberangan dengan gerakan-gerakan Islam tersebut.”

Snouck Hurgronje adalah seorang akademisi Belanda yang mendalami ilmu-ilmu keislaman dan bahasa Arab. Ia menyelesaikan studi doktoralnya di Leiden pada tahun 1880.

Ia memulai karirnya di konsulat Jedah yang kemudian dilanjutkan dengan penelitian selama beberapa bulan di Makkah, dengan mengambil perhatian khusus terhadap komunitas Jawi (Hindia Belanda) di tempat itu. Karena tidak mungkin masuk ke Makkah sebagai non Muslim, ia kemudian masuk Islam dan memilih nama Abdul Ghaffar bagi dirinya, yang nantinya dibubuhi gelar haji.

Dari Mekkah ia kembali lagi ke Leiden untuk mengajar, tapi tak lama kemudian, pada tahun 1889/1890, ia berangkat ke Hindia Belanda dan bekerja sebagai penasihat pemerintah Kolonial Belanda. Ia ikut berperan sebagai penasihat Belanda pada Perang Aceh, dengan melakukan penelitian mendalam terhadap masyarakat Aceh.

Sebagian besar karirnya di Hindia Belanda ia jalani di Batavia hingga 1906, ketika ia memutuskan untuk kembali mengajar di Leiden. Ia terus aktif memberi nasihat kepada pemerintah colonial Hindia Belanda, khususnya yang berkenaan dengan Islam, hingga wafatnya di tahun 1936.

Snouck lahir di Oosterhout, sebuah kota di Selatan Belanda, pada 8 Februari 1857. Ia menimba ilmu di jurusan Teologi di Universitas Leiden. Di sana ia mempelajari bahasa Arab dan Ibrani sebagai bagian dari studi yang harus dipenuhi.

Tahun 1878, ia mendapatkan gelar dalam bidang Teologi dan Bahasa Semitik. Setahun kemudian, ia melanjutkan studi doktoralnya dalam bahasa Semitik. Snouck muda pada 1880 mempertahankan disertasi doktoralnya yang berjudul “Het Mekkansche Fest” (Perayaaan Makkah) dan meraih gelar doctoral Bahasa Semitik.

Disertasi tersebut merupakan studi sejarah kritis mengenai ibadah haji. Topik ini disarankan oleh Michael de Goeje, mentor Snouck, seorang Guru Besar di Leiden yang mengajar dialek-dialek Bahasa Arab, Syria dan Kaldea. De Goeje menyarankan Snouck untuk meneliti topik yang diangkat oleh Reinhart Dozy, Guru Besar Sejarah Umum di Universitas Leiden, dalam bukunya “Orang-Orang Israel di Makkah: Dari Masa David Hingga Abad Kelima Masehi” (De Israelleten te Mekka. Van Davids tijd tot in de Vijfde Tijdrekening). Karya ini menyinggung persoalan asal-usul ibadah haji di Makkah.

Snouck kemudian mengikuti saran mentornya dan dalam disertasinya ia merujuk kepada Al-Qur’an dan sebagai tafsir Quran karya para ulama sehingga ia mampu membangun reputasi sebagai orientalis yang mampu merujuk ke sumber-sumber primer.

Rentang tahun 1881-1887 ia menjadi pengajar bidang hukum agama, pranata dan adat istiadat masyarakat Hindia Belanda di institusi bagi pegawai-pegawai Hindia Timur di Leiden. Di masa-masa inilah ia menapaki karir sebagai orientalis muda yang menjalin hubungan dengan beberapa orientalis terkemuka seperti Theodor Noldeke dan Ignaz Goldziher.

Reputasinya sebagai orientalis yang merujuk pada dunia Arab semakin meningkat ketika ia menerima tawaran untuk berangkat ke tanah Arab. Keberangkatan Snouck tak lepas dari peran Johannes Adrianus Kruijt yang bekerja sebagai Konsul Jenderal Belanda di Jeddah. Kruitj meyakini bahwa pos diplomatik di Jeddah juga berguna untuk tujuan politik, karena pelaksanaan ibadah haji di Makkah berdampak pada pemikiran politick di Hindia Belanda.

1 2 3Laman berikutnya

Artikel Terkait

Back to top button