Bermula dari ‘Ngopi’
Berbagai metode terus dilakukan sebagai upaya untuk menarik minat masyarakat terhadap ilmu. Mulai dari nama hingga sarana dalam majelis ilmu terus dimodifikasi. Salah satunya adalah tempat NGOPI. Ngopi merupakan kepanjangan dari Ngobrol Perihal Ilmu.
Mencari ilmu termasuk ke dalam ibadah yang sangat dianjurkan bagi umat Islam. Sebab, Allah SWT menganugerahkan akal kepada manusia agar hamba-Nya terus belajar setiap harinya.
Menuntut ilmu adalah hal yang sangat mulia untuk dilakukan karena Allah akan meninggikan derajat bagi yang mengamalkannya. Sebagaimana tercantum dalam surat Al-Mujadalah ayat 11.
“Allah akan meninggikan orang-orang yang beriman di antaramu dan orang-orang yang diberi ilmu pengetahuan beberapa derajat.”
Salah satu tempat untuk menuntut ilmu adalah majelis taklim. Agar menarik minat masyarakat terutama kaum muda maka tempatnya disebut tempat NGOPI. Jujur saja, yang hadir di majelis ilmu mayoritas adalah kaum emak-emak.
Bersyukur sekali punya emak-emak rajin hadir dalam majelis ilmu, jika tidak, syiar agama bisa redup. Apabila redup, tidak akan ada pencerahan keluarga, bangsa pun tidak tercerahkan.
Semua bermula dari majelis ilmu. Jika emak-emak rajin hadir dalam majelis ilmu berpengaruh positif bagi kehidupan keluarga. Bagaimana jika yang hadir adalah kaum muda? Kebaikan keluarga berpengaruh positif terhadap kehidupan berbangsa dan bernegara.
Hal ini karena dalam majelis ilmu terdapat banyak keutamaan yang dapat dirasakan bagi orang-orang yang rajin menghadiri majelis ilmu.
Pertama, merasakan ketenangan (kebahagiaan) dalam hidupnya. Jika keluarga bahagia maka bangsa pun bahagia. Sehingga tercipta kehidupan yang bahagia karena terjauhkan dari kegaduhan.
Dari Abu Hurairah, dia berkata: Rasulullah bersabda, “Dan tidaklah sekelompok orang berkumpul di dalam satu rumah di antara rumah-rumah Allah; mereka membaca Kitab Allah dan saling belajar diantara mereka, kecuali ketenangan turun kepada mereka, rahmat meliputi mereka, malaikat mengelilingi mereka, dan Allah menyebut-nyebut mereka di kalangan (para malaikat) di hadapanNya.” (HR. Muslim, Abu Dawud, Tirmidzi dan Ibnu Majah).
Kedua, mendapatkan rahmat Allah SWT. Orang-orang yang mendapatkan rahmat (kasih sayang) Allah maka akan sayang kepada diri sendiri, keluarga dan masyarakatnya.
“Tidaklah sekelompok orang duduk berdzikir kepada Allah Subhanahu wa Ta’ala, kecuali para malaikat mengelilingi mereka, rahmat (Allah) meliputi mereka, ketentraman turun kepada mereka, dan Allah menyebut-nyebut mereka di hadapan (para malaikat) yang ada di sisiNya.” (HR. Muslim).