Ketika Pengajar Jadi Tersangka, Ilmu Hilang Berkah
Fenomena kriminalisasi guru akhir-akhir ini memunculkan keprihatinan yang mendalam. Banyak kasus yang memperlihatkan guru dituntut, bahkan dihukum, hanya karena menegakkan disiplin di ruang kelas atau berusaha memberikan pelajaran berharga kepada siswa.
Ironisnya, tindakan tegas seorang guru kini kerap dianggap melanggar hak-hak siswa, tanpa mempertimbangkan bahwa guru bertindak demi kebaikan dan pendidikan anak didiknya. Ini menimbulkan pertanyaan: ke mana arah pendidikan kita? Dan, apakah ini akibat dari ilmu yang tak berkah?
Dalam Islam, ilmu yang “berkah” berarti ilmu yang bermanfaat, yang menuntun seseorang menuju kebaikan, ketakwaan, dan moralitas. Ilmu yang berkah melahirkan adab dan akhlak mulia. Namun, fenomena kriminalisasi guru adalah salah satu bukti nyata bahwa sistem pendidikan modern tampaknya mulai jauh dari nilai-nilai berkah ini. Siswa yang seharusnya belajar akhlak justru menganggap guru sebagai sosok yang mengancam, sementara guru merasa takut menjalankan amanah mendidik karena kekhawatiran terhadap tuntutan hukum.
Pergeseran ini sangat kontras dengan pandangan Islam yang menjunjung tinggi kedudukan guru sebagai pembimbing moral dan ilmu. Dalam hadis disebutkan, “Sungguh aku diutus untuk menyempurnakan akhlak mulia.” (HR. Al-Bukhari). Islam melihat guru bukan sekadar pengajar, melainkan pendidik yang bertanggung jawab atas pembentukan kepribadian siswa. Maka, ketika seorang guru tak lagi dihormati atau bahkan dipidanakan, ini mencerminkan adanya krisis moral dan adab yang mengindikasikan ilmu yang tidak berkah.
Di bawah sistem sekuler, pendidikan cenderung hanya menitikberatkan pada aspek akademis, tanpa menyentuh nilai-nilai adab dan akhlak. Hasilnya, ilmu hanya dianggap sebagai alat untuk memperoleh pekerjaan, status, atau kepentingan duniawi semata. Ketika nilai spiritual dan moral ini dikesampingkan, ilmu yang diajarkan pun cenderung kehilangan arah dan tak memberi manfaat sejati. Kasus kriminalisasi guru adalah dampak nyata dari sistem sekuler yang mengabaikan adab dan penghormatan kepada orang yang mendidik.
Guru yang seharusnya mendidik dengan ketulusan dan otoritas kini dibatasi oleh hukum yang tidak memihak pada pendidikan berkarakter. Tindakan tegas seorang guru bisa dianggap sebagai pelanggaran, bahkan tindak kekerasan. Hal ini menyebabkan guru kehilangan keberanian untuk menanamkan nilai-nilai adab, sehingga generasi muda tumbuh tanpa nilai etika dan kedisiplinan yang kuat.
Dalam Islam, pendidikan mencakup aspek jasmani, rohani, intelektual, dan spiritual, dengan tujuan untuk menghasilkan insan yang berakhlak mulia. Islam menempatkan kedudukan guru sebagai profesi yang mulia, di mana seorang guru berperan sebagai teladan dan pembimbing. Bahkan dalam Al-Qur’an disebutkan, “Allah akan meninggikan orang-orang yang beriman di antaramu dan orang-orang yang diberi ilmu beberapa derajat.” (QS. Al-Mujadilah: 11). Penghormatan ini dimaksudkan agar ilmu yang diperoleh dari guru menjadi ilmu yang berkah dan bermanfaat bagi kehidupan dunia dan akhirat.
Islam menawarkan sistem pendidikan yang berlandaskan nilai-nilai moral dan spiritual. Seorang guru diberikan kebebasan dan dukungan penuh untuk mendidik dengan pendekatan yang tidak hanya mengajarkan ilmu pengetahuan, tetapi juga membina akhlak. Islam mendorong penghormatan terhadap guru dan memandangnya sebagai figur yang patut dihormati. Negara juga memiliki tanggung jawab untuk melindungi dan mendukung guru agar dapat mendidik dengan baik, tanpa khawatir akan tuntutan hukum yang melemahkan fungsi pendidikan.
Selain itu, Islam menetapkan masyarakat untuk menjalankan kontrol sosial melalui konsep amar ma’ruf nahi munkar, yaitu saling menasihati dalam kebaikan dan mencegah kemungkaran. Dalam konsep ini, masyarakat juga bertanggung jawab untuk mendukung guru sebagai pendidik, bukan menjadikan mereka sasaran tuntutan hukum karena tindakan disiplin yang dibutuhkan dalam pendidikan.
Kriminalisasi guru hanya akan semakin memperburuk kondisi pendidikan kita. Jika kita menginginkan ilmu yang berkah dan generasi yang beradab, kita perlu kembali pada sistem pendidikan Islam yang menghormati peran guru sebagai pendidik akhlak dan penuntun moral.
Islam memiliki mekanisme yang melindungi keberkahan ilmu, yang menjunjung tinggi adab, dan yang memposisikan guru sebagai penjaga moralitas generasi penerus. Maka, untuk menciptakan masyarakat yang berakhlak, inilah saatnya meninjau ulang sistem pendidikan dan menempatkan Islam sebagai solusi yang mampu mengembalikan keberkahan ilmu dalam kehidupan.
Selvi Sri Wahyuni M.Pd
Praktisi Pendidikan