Mencari Ridha Allah
Di era modern ini, kesibukan seolah menjadi identitas baru masyarakat. Pekerjaan yang menumpuk, tuntutan sosial, dan kebutuhan untuk terus produktif seringkali membuat manusia lupa dengan tujuan utama hidupnya, yaitu mencari ridha Allah SWT.
Padahal, Islam mengajarkan bahwa kehidupan dunia hanyalah sementara dan keberhasilan sejati terletak pada kehidupan akhirat. Allah SWT berfirman dalam Al-Qur’an:
وَابْتَغِ فِيْمَآ اٰتٰىكَ اللّٰهُ الدَّارَ الْاٰخِرَةَ وَلَا تَنْسَ نَصِيْبَكَ مِنَ الدُّنْيَا وَاَحْسِنْ كَمَآ اَحْسَنَ اللّٰهُ اِلَيْكَ وَلَا تَبْغِ الْفَسَادَ فِى الْاَرْضِۗ اِنَّ اللّٰهَ لَا يُحِبُّ الْمُفْسِدِيْنَ
“Dan carilah pada apa yang telah dianugerahkan Allah Swt. kepadamu (kebahagiaan) negeri akhirat, dan janganlah kamu melupakan bagianmu di dunia. Berbuat baiklah (kepada orang lain) sebagaimana Allah telah berbuat baik kepadamu dan janganlah kamu berbuat kerusakan di bumi. Sesungguhnya Allah tidak menyukai orang-orang yang berbuat kerusakan.” (QS. Al-Qashash: 77)
Dari ayat tersebut menjadi pengingat bahwa kita harus menyeimbangkan antara urusan dunia dan akhirat.
Kesibukan dunia sering kali membuat hati kita lalai. Ketika pekerjaan menjadi prioritas utama, ibadah bisa terpinggirkan. Shalat ditunda-tunda, zikir terlupakan, dan Al-Qur’an jarang dibaca. Padahal, Rasulullah Saw bersabda:
الدنيا مزرعة الآخرة
“Dunia adalah ladang bagi akhirat.” (HR. Al-Baihaqi)
Dari hadis tersebut menjelaskan bahwa apa pun yang kita lakukan di dunia seharusnya menjadi bekal untuk kehidupan akhirat. Kesibukan bukanlah alasan untuk melupakan Allah SWT melainkan peluang untuk mendekatkan diri kepada-Nya.
Salah satu cara untuk mencari ridha Allah SWT di tengah kesibukan adalah dengan mengubah niat. Pekerjaan yang awalnya hanya bertujuan mencari nafkah bisa menjadi ibadah jika diniatkan untuk memenuhi kewajiban sebagai hamba Allah dan menjaga amanah keluarga.
Dalam Islam, setiap aktivitas yang dilakukan dengan niat baik dan sesuai syariat dapat bernilai ibadah. Rasulullah Saw bersabda:
إِنَّمَا الأَعْمَالُ بِالنِّيَّاتِ، وَإنَّمَا لِكُلِّ امْرِىءٍ مَا نَوَى، فَمَنْ كَانَتْ هِجْرَتُهُ إِلى اللهِ وَرَسُوْلِهِ فَهِجْرتُهُ إِلَى اللهِ وَرَسُوُلِهِ، وَمَنْ كَانَتْ هِجْرَتُهُ لِدُنْيَا يُصِيْبُهَا أَوِ امْرأَةٍ يَنْكِحُهَا فَهِجْرَتُهُ إِلَى مَا هَاجَرَ إلَيْهِ.
“Sesungguhnya amal itu tergantung pada niatnya, sedangkan setiap orang akan mendapatkan sesuai dengan yang diniatkannya. Maka, barangsiapa yang hijrahnya kepada Allah dan Rasul-Nya maka hijrahnya kepada Allah dan Rasul-Nya, dan barangsiapa yang hijrahnya kepada dunia yang ingin diraih atau wanita yang ingin dinikahi maka hijrahnya kepada apa yang dia berhijrah kepadanya.” (HR. Bukhari dan Muslim)
Oleh karena itu, mengubah niat adalah langkah pertama yang dapat kita lakukan untuk mencari ridha Allah dalam keseharian.