Memanfaatkan ‘Artificial Intelligence’ Cara Islam
Dalam beberapa tahun terakhir, Artificial Intelligence (kecerdasan buatan/AI) berkembang pesat. Elon Musk, tokoh penting yang ada di dunia teknologi dan pendiri Tesla dalam percakapannya dengan CEO Sovereign Wealth Fund (SWF) Norwegia, Nicolai Tangen, memprediksi bahwa AI akan lebih cerdas dari pada manusia paling cerdas di dunia pada tahun 2025 atau 2026 (Tempo.co).
Namun, benarkah AI dapat menjadi lebih cerdas daripada penciptanya? Tentunya pernyataan Elon Musk diatas bukan tanpa dasar. Seperti yang kita lihat dan saksikan AI telah merevolusi berbagai aspek kehidupan manusia.
AI menjadi bagian dari keseharian manusia. AI mampu menjawab berbagai pertanyaan lintas bidang dan dapat mengerjakan sesuatu hal dengan instruksi yang kita minta. Kemudahan dan rasa nyaman tersebut membawa manusia pada perasaan malas.
Tidak sedikit para pengguna yang cenderung memanfaatkan AI dengan tidak bijak, seperti menggantikan tugas yang sebenarnya membutuhkan analisis manusia, sehingga mengurangi kemampuan berpikir kritis mereka.
Tidak hanya itu, AI telah menggantikan banyak pekerjaan, seperti resepsionis, customer service, pramusaji, pekerja pabrik, kasir, hingga supir kendaraan. Di dunia kreatif pun AI telah eksis, mampu membuat desain grafis, mengembangkan fitur yang mampu mengubah teks menjadi gambar sesuai deskripsi yang diberikan.
Hal ini menunjukkan bahwa bidang yang sebelumnya dianggap membutuhkan kreativitas manusia kini juga tidak luput dari pengaruh AI. Jika terus berkembang, bukan tidak mungkin pekerjaan di sektor ini juga akan sepenuhnya digantikan oleh mesin.
Contoh nyata dapat dilihat pada aplikasi seperti ChatGPT, yang mampu menghasilkan tulisan, menjawab pertanyaan, bahkan membantu penyusunan kode pemrograman.
Dalam dunia kesehatan, robot berbasis AI seperti da Vinci Surgical System telah digunakan untuk membantu prosedur bedah dengan presisi tinggi.
Di sektor pendidikan, platform AI seperti Duolingo memanfaatkan algoritma pembelajaran untuk memberikan pengalaman belajar bahasa yang dipersonalisasi bagi pengguna. Semua ini menunjukkan bagaimana AI telah menjadi bagian dari kehidupan kita sehari-hari.
AI mungkin terasa lebih pintar, namun tetap saja ia ciptaan manusia. Kemampuannya berasal dari data dan program yang diciptakan oleh manusia. AI tidak memiliki kesadaran, intuisi, atau empati, yang menjadi ciri khas dari kecerdasan manusia.
Dalam hal ini, prediksi Elon Musk perlu dipertimbangkan dengan kritis. Karena AI yang dianggap paling pintar itu diciptakan oleh akal manusia yang memiliki keterbatasan.
Dalam menghadapi fenomena ini, Islam sebagai panduan hidup memberikan arahan penting tentang bagaimana manusia seharusnya memanfaatkan akal dalam menghadapi teknologi seperti AI. Dalam Islam, manusia dianjurkan untuk menggunakan akalnya secara aktif.