Menag Nasaruddin Umar: Di Indonesia MTQ seperti Pesta Rakyat
Jakarta (SI Online) – Menteri Agama Republik Indonesia KH Nasaruddin Umar menyebut, di dunia ini tidak ada negara yang menggelar Musabaqah Tilawatil Qur’an (MTQ) seperti di Indonesia.
Di Indonesia, kata Nasaruddin, jika dihitung setiap tahunnya ada sekitar 27 MTQ yang dilakukan oleh beragam profesi. Penyelenggaraan MTQ Nasional bahkan dimulai dari MTQ tingkat kecamatan. Karena itulah Nasaruddin menyebut penyelenggaraan MTQ di Indonesia seperti pesta rakyat.
“Di Indonesia MTQ ini seperti pesta rakyat. Tidak ada lembaga kesenian yang mampu menampilkan diri sangat survive di tengah masyarakat selain kegiatan MTQ,” ungkap Nasaruddin Umar dalam konferensi pers usai pembukaan MTQ Internasional IV di Jakarta, Rabu sore (29/01/2025).
Baca juga: Menag Nasaruddin Umar Resmi Buka MTQ Internasional IV, Diikuti 60 Peserta dari 38 Negara
Menurut Nasaruddin, masyarakat Indonesia juga sangat antusias dengan adanya perhelatan MTQ di berbagai levelnya.
“Ini nilai jual Indonesia yang dikagumi oleh negara lain. Tak ada negara lain di dunia yang secara sistematis dan rutin menggelar MTQ sejak 1970 seperti Indonesia,” ungkapnya.
Imam Besar Masjid Istiqlal Jakarta itu menjelaskan, dalam perhelatan MTQ tidak hanya dilakukan perlombaan membaca Al-Qur’an, tetapi ada lebih dari 50 cabang musabaqah. Termasuk di antaranya tafsir Al-Qur’an, kaligrafi, dan sebagainya.
“MTQ paling fenomenal di Indonesia. Betul-betul bisa jadi pesta rakyat. Saya kira ini keajaiban Al-Qur’an,” kata Rektor PTIQ Jakarta itu.
Keunggulan Indonesia dalam bidang MTQ, kata Nasaruddin, juga ditunjukkan dengan memiliki dewan hakim yang sangat diperhitungkan dunia.
Mantan Menteri Agama Prof. Said Aqil Husin Al Munawar membenarkan pernyataan tersebut. Menurutnya, sistem perhakiman dalam MTQ di negara-negara lain mengikuti standar yang ditetapkan oleh Indonesia.
“Kita memilih peserta terbaik itu tidak hanya dengan mendengarkan tetapi juga dengan ilmu pengetahuan,” ungkap qari’ yang juga Guru Besar UIN Syarif Hidayatullah itu.
Said Aqil mengatakan, Al-Qur’an adalah kitab suci yang luar biasa, yang membacanya harus dengan aturan, ketentuan dan penghayatan. Karena itu, seorang qari’ yang membaca Al-Qur’an tidak dengan penghayan, hal itu akan mudah diketahui.
“Ada ilmu tadabbur, seorang qari’ membaca Al-Qur’an dengan menghayati atau tidak itu sudah ketahuan,” kata dia.[]
red: shodiq ramadhan