SIRAH NABAWIYAH

Perang Mu’tah dan Pembebasan Palestina

Setelah Rasulullah Saw mengikat perjanjian damai dengan kafir Quraisy dan menyelesaikan masalah dengan Yahudi Bani Khaibar yang mengkhianati perjanjian, beliau kemudian melanjutkan kebijakan politiknya dengan mengirimi surat dakwah kepada raja dan penguasa dunia saat itu, hingga pada kaisar Hiraklius dan Kisra Persia, di luar Jazirah Arab.

Beragam respon diberikan atas surat dakwah yang dikirimkan Rasulullah Saw. Ada yang menerima, ada yang menolak, ada pula yang tidak mempedulikan.

Suatu ketika Rasulullah Saw mengirimkan surat dakwah kepada penguasa Bashrah. Sebelum sampai surat itu pada penguasa Bashra, duta atau utusan Rasulullah Saw untuk penguasa Bashra, yakni Al-Harits bin Umair Al-Azadi, dibunuh di sebuah tempat bernama Tafilah, sebuah desa di provinsi Romawi, yaitu Palestina Salutaris yaitu provinsi Romawi Timur (Bizantium) yang mencakup wilayah Negev, Sinai (kecuali pantai barat laut), dan barat daya Transyordania di selatan Laut Mati, di wilayah Mu’tah di bagian barat Yordania modern. Pembunuhan dilakukan oleh Syurahbil bin Amr al-Ghassani seorang gubernur Ghassanid dari konfederasi bawahan Ghassanid di bawah Kekaisaran Bizantium di wilayah Suriah selatan pada abad ke-7.

Mendengar kabar dibunuhnya utusan tersebut, dan kabar bahwa Romawi telah menyiapkan 200.000 pasukan perang lengkap untuk menyerang Madinah, maka Rasulullah Saw mempersiapkan pasukan jihad untuk menuntut balas atas terbunuhnya duta Beliau dan atas tantangan perang yang dipersiapkan oleh imperiun Romawi.

Tiga ribu pasukan berhasil Rasulullah Saw himpun dari para pahlawan terbaik kaum muslimin dan bersiap untuk meladeni tantangan perang dari imperium Romawi.

Kepemimpinan pasukan perang Rasulullah Saw letakkan di pundak Zaid bin Haritsah ra, Ja’far bin Abi Thalib ra dan Abdullah bin Rawahah ra. Pasukan pun diberangkatkan dengan iringan doa dari Rasulullah Saw dan seluruh kaum muslimin di Madinah.

Kecamuk perang pun terjadi di medan Mu’tah. Tiga ribu pasukan kaum muslimin berhadapan dengan 200.000 pasukan gabungan kekaisaran Byzantium Romawi dan Gassanid. Dua kekuatan yang tidak berimbang. Namun mampu memberi kesan mengagumkan bagi kekaisaran Romawi tentang ketangguhan dan kehebatan pasukan perang kaum muslimin yang mampu selamat dari kecamuk perang dan mampu memberikan pukulan telak bagi pasukan Romawi.

Pasukan kaum muslimin mampu kembali pulang dengan selamat ke Madinah. Kesan mengagumkan dari para pahlawan terbaik kaum muslimin membuat seorang jenderal perang pemimpin pasukan kekaisaran Byzantium Romawi akhirnya masuk Islam, yaitu Farwah Bin Amr Al Judzamy ra. Farwah adalah penguasa di wilayah Jazirah Arab yang menjadi bagian dari Kekaisaran Romawi Timur. Ia berasal dari Bani Judzam, yang akhirnya dihukum mati oleh penguasa Romawi, di Palestina, dengan menyalibnya di dekat mata air Afra’ di Palestina.

Mendengar kabar tindakan zalim penguasa Romawi yang terbilang sewenang-wenang terhadap kaum muslimin, Rasulullah Saw segera menghimpun pasukan besar di bawah pimpinan Usamah bin Zaid ra untuk mengamankan wilayah perbatasan dan menyerang pasukan Romawi, sebab mereka melanggar batas dan kehormatan kaum muslimin.

Akan tetapi sebelum pasukan yang dipimpin Usamah bin Zaid ra diberangkatkan, Rasulullah Saw wafat. Namun misi yang diemban oleh Usamah Bin Zaid ra, diteruskan dandirealisasikan di masa kepemimpinan Khalifah Abu Bakar Ash-Shiddiq ra, hingga pasukan Usamah bin Zaid ra meraih kemenangan. Pengaruh Islam dan kekuasaannya semakin meluas dan mendunia. Manusia semakin banyak yang masuk Islam secara berbondong-bondong.

Selepas wafatnya Khalifah Abu Bakar Ash-Shiddiq ra, kepemimpinan Islam dan kaum Muslimin dilanjutkan oleh Amirul Mukminin Umar bin Khattab ra yang mengikuti metode dakwah Rasulullah Saw dalam kepemimpinannya dan meletakan dakwah dan jihad sebagai landasan politik luar negeri yang diembannya. Hingga Islam mampu meluas menguasai dunia.

Di bawah kepemimpinan Khalifah Umar bin Khattab ra, penguasa Palestina yaitu pendeta Sophronius, Uskup Agung Al-Quds menyerahkan kunci Kota Palestina (Yerussalem) dan menjadi titik tolak penyerahan tanah suci Palestina kedalam pangkuan Islam. Karenanya sejak saat itu Palestina adalah tanah kaum muslimin, tanah yang ditaklukkan, tanah kharaziyah. Karenanya kaum muslimin wajib mempertahankan tanah tersebut, karena ia adalah milik kaum muslimin.

Saat pendeta Sophronius menyerahkan kunci kota kepada Khalifah Umar bin Khattab ra, ia meminta kepada Umar ra agar membiarkan kaum Nasrani untuk tinggal di dalamnya dan mengusir Yahudi keluar Palestina. Maka Umar bin Khattab ra menetapkannya dalam sebuah klausul yang melarang satupun warga Y tinggal di Palestina.

Maka jika ada satu warga Yahudi di Palestina, hal demikian sesungguhnya melanggar apa yang telah ditetapkan Umar bin Khattab ra sebagai representatif dari kaum muslimin.

Maka hari ini kewajiban kaum muslimin untuk membersihkan tanah Palestina dari Yahudi, sebab demikianlah yang seharusnya. Apalagi kedatangan kaum Yahudi ke Palestina, nyatanya menjadi sumber malapetaka bagi Palestina.

Jikapun hari ini tanah Palestina dikuasai Yahudi, hal demikian terjadi sebab kaum muslimin terjebak dalam jebakan paham nasionalisme yang diciptakan oleh kafir barat dan dimanfaatkan oleh Yahudi untuk menjajah Palestina. Sehingga tanah Palestina dijajah dan dikuasai oleh entitas zionis Yahudi yang dibekingi oleh Amerika dan negara-negara barat lainnya.

Maka kewajiban kaum muslimin hari ini adalah kembali bersatu dalam satu kepemimpinan. Kemudian kaum muslimin wajib keluar dari penjara nation state yang diciptakan Barat, lalu membebaskan tanah Palestina dari penjajahan zionis Israel Yahudi laknatullah. []

Ayu Mela Yulianti, S.Pt., Pegiat Literasi dan Pemerhati Kebijakan Publik.

Artikel Terkait

Back to top button