RESONANSI

Merajut Kembali Persatuan untuk Membangun Kekuatan Bangsa

Bangsa yang kuat adalah bangsa yang bersatu. Dengan persatuan akan melahirkan: pertama, kekuatan solidaritas yang kokoh. Solidaritas menjadi indikator adanya soliditas. Bangsa yang solid akan sangat sulit untuk bisa dikalahkan.

Dalam sejarah, setiap bangsa yang runtuh selalu diawali dengan adanya konflik internal. Konflik seringkali tercipta dengan melibatkan dua atau lebih kelompok-kelompokyang memiliki pengaruh dan kekuatan.

Di Indonesia, ada tiga kelompok yang memiliki kekuatan pengaruh dalam menentukan dinamika dan arah bangsa. Tiga kelompok itu adalah partai, TNI dan Umat Islam. Tiga kelompok ini menjadi yang paling berpengaruh dalam dinamika perjalanan bangsa, sejak Orde Lama hingga Orde Reformasi.

Sebelum Indonesia merdeka dimana partai belum lahir, kelompok bersenjata dan masyarakat muslim merupakan dua kelompok yang paling besar pengaruhnya. Kelompok bersenjata diwakili oleh para pejuang yang menginginkan kemerdekaan Indonesia. Masyarakat muslim direpresentasikan oleh organisasi-organisasi Islam, diantaranya adalah Syarikat Islam (SI), Muhammadiyah dan NU

Tanpa mengabaikan mahasiswa yang juga memiliki pengaruh ketika negara dalam situasi krisis dan genting. Hanya saja gerakan mahasiswa lebih bersifat spontan, insidentil dan temporer.

Kelompok ekonomi yang aering disebut dengan oligarki, juga punya pengaruh cukup besar terhadap nasib sebuah bangsa. Namun, kelompok ini tidak terlibat dalam dinamika konflik. Keterlibatannya dalam politik semata untuk kepentingan mereka di dunia usaha. Tak ubahnya sebagai koloni semut yang perjuangan utamanya adalah berebut gula.

Kedua, dengan persatuan, stabilitas nasional terjaga. Stabilitas nasional menjadi syarat mutlak bagi sebuah bangsa untuk membangun dan mengikhtiarkan kemajuan.

Setiap masa ada tantangannya. Diantara tantangan yang paling berat bagi sebuah bangsa adalah potensi konflik. Maka, langkah paling awal dan mendasar dilakukan setiap pemerintahan baru adalah merangkul semua kelompok yang punya kekuatan untuk bergabung. Ini bisa dilihat bagaimana peerintahan baru membangun koalisi dengan partai-partai politik, meski mereka rival dalam kontestasi di pemilu. Mayoritas partai dilibatkan dalam pemerintahan dengan diberikan jatah menteri, duta besar hingga komisaris BUMN.

Partai merupakan kekuatan politik yang dibutuhkan pemerintah untuk memberi dukungan terhadap setiap kebijakan dan langkah politik.

Selain partai, kelompok militer menjadi kekuatan yang dibutuhkan untuk memberi jaminan akan stabilitas keamanan, yang berujung pada stabilitas nasional. Kita memlihat TNI selalu dilibatkan dalam posisi-posisi strategis. Dalam struktur pemeritahan baru selalu ada sejumlah purnawirawan jenderal TNI yang berada di lingkaran istana. Terutama Mantan Panglima TNI, KSAD dan Kepala BIN.

Di luar partai dan TNI, ada umat Islam yang merupakan kekuatan sosial. Fakta bahwa mayoritas penduduk Indonesia adalah umat Islam. Keberadaan umat Islam tidak bisa diabaikan posisi dan perannya dalam menentukan arah, sejarah dan dinamika bangsa ini.

Umat Islam memiliki posisi strategia dalam ikut menjaga persatuan dan stabilitas bangsa. Karena posisi dan peran krusial inilah, pemerintahan baru yang dipimpin oleh Prabowo Subianto merasa penting untuk merangkul seluruh elemen di dalam kelompok Islam.

Rezim sebelumnya memilih menggunakan pendekatan konflik dengan menaikkan satu kelompok Islam untuk menekan kelompok lainnya. Ternyata, strategi ini tidak efektif, selain menciptakan kegaduhan dan menciderai persatuan. Bahkan cenderung mewariskan “politik dendam” yang berkepanjangan.

Jauh lebih strategis jika pemerintahan baru yang dipimpin Presiden Prabowo merangkul semua kelompok, minoritas maupun mayoritas, teemasuk kelompok Islam. Ini modal sosial yang bisa menjadi dukungan strategis dalam menjaga stabilitas nasional.[]

Jakarta, 22/4/2025

KH Bachtiar Nasir, Ketua Umum Jalinan Alumni Timur Tengah Indonesia (JATTI)

Artikel Terkait

BACA JUGA
Close
Back to top button