NUIM HIDAYAT

Al-Qur’an Pedoman Individu, Keluarga dan Negara

Bayangkan kalau tidak ada Al-Qur’an. Kita bangun nggak jelas jam berapa. Kita kerja terus menerus tidak ada istirahatnya. Karena tidak ada relaksasi dalam pekerjaan, maka kemungkinan besar setelah kerja kita stres, Setelah itu apa yang kita lakukan? Menenggak minuman keras untuk mengistirahatkan otak. Ya itulah yang terjadi di Barat. Pagi sampai sore kerja, malamnya teler.

Anak-anak kita pagi sekolah. Sorenya mungkin dengan teman-temannya main. Pacaran perempuan dan laki-laki biasa. Bahkan zina jadi biasa. Umur belasan tahun sudah tidak perjaka atau perawan.

Hubungan anak bapak rennggang. Hidup masing-masing karena sudah dianggap dewasa. Maka ketika orangtua sudah jompo, anak juga malas ngurus. Anak lebih suka naruh orangtuanya di pantai jompo, karena di rumah dianggap mereporkan.

Kehidupan keluarga juga kacau. Di rumah pura-pura baik dengan istrinya. Tapi hampir tiap hari setelah jam kantor main di tempat-tempat bar, teler dan main perempuan. Melihat suaminya main perempuan sang istri balas dendam. Ia pun main dengan laki-laki lain atau cerai. Maka kawin cerai hal biasa di Barat. Meski banyak diantara mereka beragama Kristen, kitab Bibel jarang mereka buka. Mereka malas membukanya, karena banyak pertentangan di dalamnya dan banyak hal tidak logis di dalamnya.

Karena tidak punya pedoman kitab suci, maka kehidupan hanya diatur dengan akal dan perasaan (syahwat) belaka. Mereka akhirnya mengidentikkan kehidupan manusia seeprti hewan. Siapa yang kuat (dan ganas) itulah yang menang. Yang lemah terpinggirkan.

Berbagai teori disusun. Mulai dari manusia adalah serigala bagi manusia lain sampai bersiaplah perang bila ingin damai.

Teori-teori militer disusun. Perbudakan baru manusia dibentuk. Prajurit adalah budak. Ia harus nurut pada komandannya dan bila perang meletus, mereka harus siap menjadi martir. Komandan atau jenderalnya duduk manis di depan meja tinggal perintah belaka.

Karena tidak menyembah Allah Tuhan yang Esa, maka mereka menyembah iblis dan Syetan. Tidak ada jiwa rendah hati. Yang ada adalah jiwa sombong sebagaimana yang dimiliki iblis (setan). Yang ada adalah nafsu perang menundukkan orang lain, bukan Kerjasama. Jiwa sombongnya menempatkannya bahwa merekalah ras terbaik di dunia yang berhak menadi pemimpin. Yang lain harus menjadi bawahannya.

Jiwa Iblis yang haus darah dan suka membuat kerusakan ini membawa manusia berlomba-lomba dalam persenjataan militer. Dunia harus diatur militer. Dan bagi militer, pembunuhan untuk mencapai kekuasaan adalah biasa. Ribuan bahkan jutaan orang terbunuh untuk kekuasaan adalah hal yang biasa dalam teori militer.

Kekuasaan adalah kenikmatan. Bahkan bagi mereka adalah kenikmatan yang tertinggi. Dengan kekuasaan, semua kenikmatan dunia bisa didapat. Harta, perempuan, anak buah, pujian dan lain-lain. Karena itu banyak penguasa -meski zalim dan tidak mampu- ingin diangkat jadi penguasa selama mungkin, bahkan ada yang ingin jadi penguasa (raja/presiden) seumur hidup. Yang menjijikkan juga ada sekelompok keluarga yang merasa dirinya berhak menjadi penguasa. Sebuah pandangan yang sudah ditinggalkan manusia zaman kini, tapi masih dipraktekkan di Indonesia, yaitu di Yogyakarta. Harusnya siapapun manusia, apakah sekeluarga atau tidak, kalau memang mempunyai kapabilitas sebagai pemimpin (yang adil), dialah yang dipilih. Bukan pilihan dibatasi pada keluarganya saja (kecuali keluarga Nabi). Bahkan keluarga Nabi pun tidak semua bisa diangkat jadi pemimpin.

Alhamdulillah Ada Al-Qur’an

Alhamdulillah ada Al-Qur’an. Kita bangun waktu shalat subuh. Bahkan kita dianjurkan bangun sebelum shalat subuh, untuk shalat tahajud. Kita merasakan nikmat yang tak terhingga ketika shalat tahajud dan shalat subuh. Ketika matahari mulai naik, kita disunnahkan shalat dhuha dan kita pun merasakan nikmatnya shalat dhuha.

Siang hari pas isitirahat kita melaksanakan shalat Zuhur. Kita pun merasakan kenikmatannya. Ketika shalat kita merasakan relaksasi otak. Otak kita refresh. Dari memikirkan yang nampak di mata kita memikirkan hal yang abstrak, hal yang tak tampak di mata tapi kita rasakan dalam dada kita. Kita merasakan kesejukan batin kita hingga shalat Ashar, Maghrib dan Isya’. Karena tiap hari kita merasakan kenikmatan (kebahagiaan) shalat, maka kita tidak perlu meminum minuman beralkohol untuk merelaksasi otak. Bahkan minuman beralkohol kita jauhi sejauh-jauhnya karena dilarang Allah. Segala hal yang dilarang Allah pasti mengandung hikmah yang besar bagi umat manusia. Kini kita tahu minuman beralkohol bisa menyebabkan tindakan kriminalitas yang lain, seperti pembunuhan, perkosaan, dan perusakan jiwa diri sendiri.

1 2 3Laman berikutnya

Artikel Terkait

Back to top button