Sistem Politik Rusak Sebab Singkirkan Nilai Al-Qur’an

Apa di benak anda ketika disebut partai politik? Mungkin anda muak termasuk saya. Partai politik di Indonesia bukan untuk mengatasi masalah kemiskinan, kebodohan atau masalah lain di tanah air, tapi parpol lebih banyak digunakan para pengurusnya untuk memburu kemewahan dan jabatan.
Bila ada pengurus parpol yang menduduki jabatan suatu pemerintahan, dianggap parpol itu berhasil. Bila para pengurusnya berhasil mencari kemewahan untuk menggemukkan kekayaan partai maka dianggap pengurus itu berhasil.
Maka jangan heran, anggota DPR dan DPRD kebanyakan bermewah-mewah sementara rakyat Indonesia yang miskin menrut Bank Dunia masih 110 juta jiwa. Maka benar kata banyak orang, partai politik itu didirikan untuk mengurus anggotanya bukan mengurus rakyat Indonesia.
Inilah yang menyebabkan masyarakat muak terhadap partai politik. Partai politik Islam yang diharap berbeda dengan partai politik non Islam atau partai sekuler, ternyata perilakunya mirip dengan mereka. Entah karena tertular atau tidak punya prinsip ideologi Islam yang kuat, partai politik Islam tidak jauh berbeda dengan mereka. Tidak ada partai politik sampai sekarang misalnya minta penurunan gaji DPR dan DPRD. Yang ada adalah minta kenaikan dan tambahan uang tunjangan macam-macam, tunjangan rapat, tunjangan kunjungan ke daerah, tunjangan reses dan lain-lain.
Jangan heran karena jadi anggota DPR enak dan gaji besar, para artis ikut rebutan jadi anggota DPR. Karena profesi anggota DPR termasuk profesi yang ‘paling enak sedunia’. Anda tidak perlu cerdas jadi anggota DPR, karena sudah ada staf ahli. Anda bisa juga sering tidak masuk dalam rapat DPR, karena tidak ada peraturan kalau tidak ikut rapat berapa kali anda dikeluarkan di DPR. Waktu saya jadi wartawan di DPR, saya mendengar ada anggota DPR yang datang ke DPR tidak ada sepuluh kali dalam setahun, tapi tetap utuh menerima gaji. Paling dipotong uang rapat, uang transportasi atau uang tunjangan lainnya.
Begitulah rusaknya DPR. Sehingga jangan harap DPR akan menghasilkan undang-undang yang hebat yang menguntungkan masyarakat kecil atau masyarakat miskin. Mayoritas anggota DPR di sana mencari kemewahan dan uang sebanyak-banyaknya untuk menghidupi keluarga dan partainya. Mungkin ada satu dua anggota DPR yang punya idealisme, tapi mereka kalah dengan suara mayoritas.
Makanya salah kalau orang mengharapkan perubahan dari partai politik. Perubahan masyarakat tidak datang dari parpol, perubahan masyarakat datang dari para tokoh masyarakat. Tokoh itu bisa guru, ustaz, penulis, wartawan, kiyai, influencer, profesional dan lain-lain. Perubahan juga lebih banyak datang dari tokoh informal daripada tokoh formal. Presiden, gubernur, walikota dan lain-lain lebih banyak acara seremoni, gunting pita, tengok-tengok acara dan semacamnya.
Maka di tengah-tengah sistem politik yang rusak seperti ini, lebih baik anda bercita-cita jadi profesional daripada jadi anggota DPR atau jadi pemerintah. Ada mungkin pejabat yang baik yang bisa dijadikan teladan, tapi bisa dihitung jari. Pejabat kebanyakan terlena dengan kursi empuknya dan tepuk tangan dari bawahannya. Tidak banyak pejabat yang benar-benar 24 jam memikirkan rakyat, agar rakyatnya sejahtera. Pejabat kebanyakan memikirkan bagaimana keluarga dan partainya bisa Sejahtera. Bila keluarga dan partai sudah dalam tingkat Sejahtera maksimun, maka rakyat baru difikirkan. Makanya jangan heran banyak pejabat atau anggota DPR yang ‘rebutan uang komisi’ dalam sebuah proyek pemerintah.
Bagaimana membawa sistem yang rusak ini? Sulit. Pertama, harus mengubah mental para pejabat atau pengurus parpol. Mereka diangkat menjadi pejabat atau pengurus parpol adalah untuk mengurus mesyarakat, bukan mengurus keluarga atau partai. Hidupnya harus sepenuhnya digunakan untuk masyarakat. Ia harus rela misalnya dengan gaji 30 juta sebulan.
Saya pernah mengusulkan dalam pertemuan terbatas dengan Anies Baswedan, bila nanti jadi presiden, saya usulkan agar membatasi gaji di Indonesia maksimal 30 juta atau 40 juta sebulan. Sekarang ini gaji di Indonesia kacau. Pejabat-pejabat di BUMN ada yang gajinya ratusan juta bahkan satu miliar sebulan. DPR penghasilannya bisa lebih 100 juta sebulan. Presiden dan Menteri tercatat gajinya tidak besar. Tapi kabarnya ada uang yang bisa dimanfaatkan mereka per bulan miliaran, yang ‘tidak harus dilaporkan’ (atau laporan bisa direkayasa).
Saya heran bagaimana para pejabat yang gajinya ratusan juta tiap bulan itu dengan kondisi kemiskinan di tanah air? Pantaskan di negara yang kemiskinannya 110 juta orang gaji pejabatnya ratusan juta per bulan?
Ketidakadilan inilah yang menyebabkan jurang orang kaya dan miskin melebar di tanah air. Yang kaya makin kaya yang miskin makin miskin. Mobil di rumah pejabat puluhan, sementara jutaan orang miskin di tanah air mencari uang makan untuk esok hari saja belum jelas penghasilannya. Makan sehari kadang cuma sekali, karena ketiadaan uang. Tidak pernah pergi rekreasi, karena untuk beli beras dll saja tiap bulan tidak mampu. Itu baru masalah makan, belum kita bicara rumah yang layak untuk penduduk di tanah air. Berapa juta orang Indonesia tidak punya rumah sendiri? Sehingga dalam sebuah pertemuan dengan pemda di Depok, saya pernah menyatakan hewan saja ‘semuanya’ bisa punya rumah. Masak manusia tidak bisa punya rumah?