Premanisme Meresahkan, Islam Hadir Memberi Jaminan Keamanan Hakiki

Masyarakat kembali dibuat resah oleh ulah premanisme yang kini kian “berwajah baru”. Jika dulu preman tampil individu dengan tampang sangar di pinggir jalan, kini mereka bertransformasi menjadi kelompok—bahkan mengatasnamakan ormas. Ini bukan sekadar pergeseran bentuk, tapi cerminan bahwa premanisme kini mendapatkan ruang lebih luas akibat sistem yang gagal menciptakan rasa aman.
Aparat sudah berulang kali diminta bertindak tegas. Namun, pertanyaannya: mengapa premanisme selalu hidup, bahkan berkembang jadi lebih kreatif? Jawabannya bukan hanya soal penegakan hukum, tapi ini persoalan sistemik.
Premanisme Tumbuh Subur dalam Sistem Sekuler-Kapitalis
Premanisme adalah buah dari cara pandang hidup masyarakat yang lahir dari sistem sekularisme dan kapitalisme. Sekularisme memisahkan agama dari kehidupan, termasuk dari pengaturan ekonomi, politik, dan hukum. Akibatnya, orientasi hidup masyarakat hanya berpusat pada materi. Jalan pintas, pemerasan, pemalakan, hingga intimidasi dipandang sah-sah saja selama menghasilkan uang.
Kapitalisme menanamkan prinsip “siapa kuat dia menang”—kompetisi bebas yang seringkali menyingkirkan nilai-nilai moral. Inilah tanah subur bagi tumbuhnya premanisme, baik kelas jalanan maupun yang berbaju kekuasaan atau ormas.
Sementara itu, hukum dalam sistem demokrasi kapitalis pun pincang. Penegakan hukum bersifat tebang pilih, lebih menguntungkan elite atau pihak yang punya akses kekuasaan dan uang. Preman yang punya “backing” bisa aman berkeliaran, sementara rakyat kecil hanya bisa menunduk dan menahan keresahan.
Islam Memberi Jaminan Keamanan dengan Sistem Sanksi yang Tegas dan Adil
Berbeda dengan sistem kapitalisme, Islam memandang keamanan sebagai hak mendasar setiap individu. Negara dalam Islam (Khilafah) tidak sekadar bertugas “menjaga ketertiban”, tapi wajib menciptakan suasana yang aman dan tenteram bagi seluruh warga.
Premanisme dalam pandangan Islam termasuk perbuatan baghy (pemberontakan atau perusakan) jika bersenjata, atau bisa juga dikategorikan sebagai hirabah (perampokan dan teror) jika merampas hak milik dan mengintimidasi. Kedua bentuk ini memiliki sanksi tegas dalam Islam.
Allah SWT berfirman, “Sesungguhnya pembalasan terhadap orang-orang yang memerangi Allah dan Rasul-Nya dan membuat kerusakan di muka bumi ialah mereka dibunuh, atau disalib, atau dipotong tangan dan kaki mereka secara bersilang, atau dibuang dari negeri (tempat kediamannya). Yang demikian itu suatu kehinaan bagi mereka di dunia dan di akhirat mereka mendapat azab yang besar.” (QS. Al-Ma’idah: 33)
Ayat ini menjelaskan sanksi bagi pelaku hirabah—teror dan perusakan yang meresahkan masyarakat. Tak ada kompromi jika keamanan publik terancam.
Selain sanksi, Islam juga mencegah akar kemunculan premanisme dengan membina masyarakat agar bertakwa, memiliki rasa takut kepada Allah, serta menjamin kebutuhan hidup melalui sistem ekonomi yang adil. Dalam sistem Islam, tidak akan ada individu atau kelompok yang merasa perlu menjadi preman demi bertahan hidup.
Negara yang Takut kepada Allah, Bukan kepada Preman
Jaminan keamanan sejati hanya bisa diberikan oleh negara yang menjadikan syariat Islam sebagai satu-satunya sumber hukum. Negara yang takut kepada Allah akan menindak tegas siapa pun yang meresahkan rakyat, tanpa pandang bulu. Karena dalam Islam, tidak ada tempat bagi “negosiasi” dengan pelaku kejahatan.