Adakah Sakinah dalam Konsep Pernikahan Misyar?

Dalam dinamika masyarakat tentang pernikahan, kerap muncul dalam bebagai bentuk pernikahan yang dianggap sah secara hukum islam tetapi tidak seperti pernikahan pada umumnya dalam praktik sosialnya. Pernikahan ini biasanya dilakukan dengan memenuhi syarat sah secara fikih, seperti ijab kabul, kehadiran wali, dan mahar, namun tanpa pemenuhan sebagian hak-hak istri seperti pada umunya yang tinggal serumah atau pemberian nafkah secara rutin.
Fenomena ini kerap ditemukan di wilayah Timur Tengah dan kini mulai dikenal luas di negara-negara lain, termasuk di Indonesia sendiri, meskipun minoritas. Faktor ini muncul antara lain yaitu agar terhindar dari zina dan menjadi solusi untuk perempuan di luar sana yang menginginkan pernikahan namun keterbatasan secara konvensional. Hal ini dilakukan oleh laki-laki seperti yang sedang berpergian jauh (tugas) ke luar negeri, tentara, para penuntut ilmu dll yang memungkinkan ditinggal pergi jauh. Di sisi lain, bentuk pernikahan ini menimbulkan perdebatan di tengah masyarakat.
Banyak yang mempertanyakan, apakah pernikahan seperti ini mampu mewujudkan tujuan spiritual dan sosial dalam Islam terutama nilai sakinah?
Dalam Al-Qur’an rumah bukan hanya tempat tinggal secara fisik, tetapi juga simbol dari kedamaian, perlindungan, dan stabilitas emosional. Hal ini tergambar seperti dalam QS. An-Nahl ayat 80:
وَاللّٰهُ جَعَلَ لَكُمْ مِّنْۢ بُيُوْتِكُمْ سَكَنًا وَّجَعَلَ لَكُمْ مِّنْ جُلُوْدِ الْاَنْعَامِ بُيُوْتًا تَسْتَخِفُّوْنَهَا يَوْمَ ظَعْنِكُمْ وَيَوْمَ اِقَامَتِكُمْۙ وَمِنْ اَصْوَافِهَا وَاَوْبَارِهَا وَاَشْعَارِهَآ اَثَاثًا وَّمَتَاعًا اِلٰى حِيْنٍ
“Allah SWT menjadikan bagimu rumah sebagai tempat tinggal dan Dia menjadikan bagimu dari kulit binatang ternak (sebagai) rumah (kemah) yang kamu merasa ringan (membawa)-nya pada waktu kamu bepergian dan bermukim. (Dijadikan-Nya pula) dari bulu domba, bulu unta, dan bulu kambing peralatan rumah tangga serta kesenangan sampai waktu (tertentu).”
Ayat ini menggunakan kata “sakan”, yang berasal dari akar kata yang sama dengan sakinah (س-ك-ن), yang bermakna tenang, diam, atau tenteram. Kata ini menunjukkan bahwa rumah ialah tempat bernaung dan membangun kehidupan dan hal ini merupakan salah satu nikmat besar dari Allah SWT yang berfungsi memberikan ketenteraman dan keamanan bagi manusia
Adapun munasabah QS. An-Nahl: 80 berada dalam deretan ayat-ayat yang menggambarkan berbagai nikmat Allah SWT kepada manusia. Yaitu pada ayat 79, Allah SWT menyebut kekuasaan-Nya atas burung yang terbang di udara mewakili perlindungan ilahi yang kasat mata. Lalu, ayat 80 menurunkan fokus dari langit ke bumi, dari makhluk ke manusia, dari yang terbang bebas ke yang tinggal dan menetap dan di sinilah rumah, sebagai simbol ketenangan dan kestabilan hidup, dan menjadi penting.
Ayat ini dilanjutkan dengan penyebutan nikmat lain berupa pakaian dan perisai yaitu ayat 81, yang secara simbolis menunjukkan bahwa Allah SWT mencukupi kebutuhan manusia secara internal (rumah, ketenangan batin) maupun eksternal (pakaian, perlindungan fisik). Semua itu disusun dengan pola yang menunjukkan kelengkapan kasih sayang dan perhatian Allah SWT terhadap makhluk-Nya.
Dalam konteks pernikahan, rumah sebagai sakan bukan sekadar tempat tinggal, melainkan fondasi terbentuknya keluarga yang sakinah. Maka, rumah menjadi sarana aktualisasi cinta (mawaddah) dan kasih sayang (rahmah) antara suami istri.
Oleh karena itu, ayat ini tidak hanya menginformasikan nikmat lahiriah, tetapi juga menggarisbawahi pentingnya dimensi psikologis dan ruhani dalam berumah tangga. Rumah adalah titik temu antara lahir dan batin dalam kehidupan pernikahan dan itu sangat relevan untuk menilai sejauh mana pernikahan misyar memenuhi cita-cita keluarga yang sakinah.
Pernikahan sakinah merupakan cita-cita bagi setiap pasangan yang sudah berkeluarga ataupun yang akan mempunyai keluarga. Hal ini sering terjadi dalam sebuah kasus pernikahan, seperti halnya nikah misyar yang banyak dipermasalahkan karna tidak sesuai dengan sunnah dan dalil-dalil yang mendukung.