Hubungan Guru dan Murid, Kedekatan Habib Zein al-Habsyi dan Abah Guru Sekumpul Martapura

Ilmu pengetahuan memiliki peran besar dalam kehidupan seseorang, karena dengan ilmu pengetahuan maka manusia dapat bermanfaat, baik untuk keluarga dan msyarakat sekitarnya. Dengan ilmu manusia dapat membedakan antara benar dan salah melalui pengetahuan.
Selain itu, motivasi belajar dalam Islam tidak semata-mata untuk memperoleh materi atau sekadar untuk memperoleh keuntungan dalam karier atau jabatan atau mencapai hasil kerja dengan kualitas tinggi, namun lebih dari itu belajar memiliki motivasi beribadah, yang dengan belajar seseorang dapat mengenal Allah SWT (Wibowo, 2020).
Di masa kini banyak sekali penuntut ilmu yang tekun, tetapi tidak bisa memetik kemanfaatan dan buahnya, yakni mengamalkan dan menyiarkannya. Hal itu disebabkan karena mereka salah jalan dan meninggalkan persyaratan keharusannya adab etika. Padahal dalam proses menuntut ilmu, terjadi sebuah interaksi antara murid dan guru. Menurut Imam Gazali, agar interaksi pembelajaran itu mengandung berkah dan ilmu yang bermanfaat, maka murid harus menjaga etika terhadap guru (Kadir, 2019).
Hubungan atau etika guru dan murid bukanlah hubungan yang biasa, melainkan hubungan yang memiliki nilai, terutama cinta. Al-Imam Al-Quthub Habib Ali bin Hasan al-Atthas pernah mengatakan bahwa, “memperoleh ilmu, futuh dan cahaya (maksudnya terbukanya hijab-hijab batinnya), adalah sesuai dengan kadar adabmu bersama gurumu. Kadar besarnya gurumu di harimu, maka demikian pula kadar besarnya dirimu di sisi Allah SWT.” (Aktual, 2020).
Kedekatan Habib Zein al-Habsyi dan Abah Guru Sekumpul Martapura
KH. Muhammad Zaini bin Abdul Ghani atau yang lebih terkenal dengan nama Abah Guru Sekumpul. Sejak kecil dikenal sebagai anak yang disiplin, pendiam, suka menolong, dan kreatif. Dorongan cinta kepada ilmu dan semanagat mencarinya yang senantiasa ditanamkan sejak dini kepada KH. Muhammad Zaini oleh orang tuanya. Sehingga dengan semangat tersebut, pada tahun 1949 saat berusia tujuh tahun, KH. Muhammad Zaini kecil mulai mengikuti pendidikan secara formal untuk belajar agama.
Karena kecintaanya terhadap ilmu, selain belajar secara formal di pondok pesantren Darussalam, KH Muhammad Zaini juga mendapatkan tambahan ilmu dengan cara belajar kelompok dengan ulama tertentu, diantara ulama-ulama yang menjadi guru KH. Muhammad Zaini adalah KH. Syarwani Abdan (Bangil), KH. Sayyid Muhammad Amin Kutbi, dan Syekh Yasin bin Isa Padang (Afandi, 2024).
Pada tahap awal berdakwah, Abah Guru Sekumpul selalu didukung dan dibela oleh Habib Zein bin Muhammad al-Habsyi. Habib Zein al-Habsyi adalah seorang ulama kelahiran Hadhramaut, termasuk salah satu murid dari Al-Arif Billah Habib Ali bin Muhammad al-Habsyi (pengarang Maulid Simthudduror di Hadhramaut.
Pada usia 40 tahun Habib Zein hijrah dari Hadhramaut ke Kalimantan Selatan, tepatnya di Martapura. Habib Zein al-Habsyi adalah seorang yang ‘alim, beliau lebih banyak melakukan dakwah dengan memberi contoh dengan kepribadian yang mulia. Kedatangan Habib Zein ke Kalimantan membawa berkah tersendiri. Pasalnya sejak saat itu, majelis-majelis ilmu agama menjadi lebih hidup dengan keberadaan beliau di tengah-tengah penuntut ilmu (Rasyidi, 2012).
Apalagi Habib Zein al-Habsyi selalu mendampingi kemanapun Abah Guru Sekumpul diundang, baik untuk membacakan maulid atau pengajian agama, Habib Zein al-Habsyi selalu ikut hadir. Bahkan Menurut Habib Umar bin Hasan Bahasyim, Habib Zein dikenal sebagai ulama yang pertama kali membawa ijazah Maulidul Habsyi dari Hadhramaut ke tanah Banjar. Beliau menyerahkan langsung ijazah tersebut kepada Abah Guru Sekumpul, yang kemudian mensyiarkannya ke seluruh Kalimantan (Rahmawati, 2025).
Hubungan Habib Zein dan Abah Guru Sekumpul, bukan lagi hanya sekedar guru dan murid, melainkan seperti anak kandungnya sendiri. Layaknya ayah dan anak, beliau berdua selalu bertukar pikiran membicarakan ilmu dan umat (Afandi, 2024). []
Dimas Sigit Cahyokusumo