RUANG MUSLIMAH

Muslimah: Antara Aktivitas Dakwah dan Ibu Rumah Tangga

Perannya sebagai pengemban dakwah dan juga sebagai seorang ibu merupakan dua amanah yang sangat penting dan mulia sekali, karena keduanya sebuah kewajiban yang harus dilakukan oleh seorang wanita Muslimah. Jika tidak dilakukan, maka akan berdosa. Oleh karena itu dibutuhkan kesungguhan, ilmu serta pengorbanan yang luar biasa agar kedua bisa dijalankan dengan sebaik-baiknya.

Untuk menjalankan kedua peran tersebut sering kali seorang Muslimah mengalami dilema ketika keduanya berbenturan, mana yang harus diprioritaskan dan mana yang harus dilakukan nanti. Ketika bingung menentukan pilihan, maka diperlukan skala prioritas (menentukan aktivitas yang paling penting, mendesak atau darurat yang harus terlebih dahulu dilakukan).

Oleh karenanya, agar seorang Muslimah bisa menentukan skala prioritas sesuai dengan syariat Islam, maka yang terpenting harus memahami hukum Islam yang lima yakni wajib, sunnah, haram, makruh dan mubah. Jika sudah paham maka, ketika sesuatu yang wajib bertemu dengan yang sunnah dahulukan yang wajib. Ketika yang mubah bertemu yang sunnah, dahulukan yang sunnah. Ketika yang wajib bertemu dengan yang wajib, tentunya, yang fardhu’ain lebih didahulukan daripada fardhu kifayah. Itulah kuncinya.

Jika kita telaah lebih dalam, menjadi pengemban dakwah merupakan kewajiban bagi setiap Muslim, termasuk wanita Muslimah. Sebagaimana yang dijelaskan dalam firman Allah SWT, Al-Qur’an Surah Ali Imran ayat 104: “Dan hendaklah ada di antara kamu segolongan umat yang menyeru kepada kebajikan, menyuruh kepada yang ma’ruf dan mencegah dari yang munkar; merekalah orang-orang yang beruntung.”

Ayat di atas menunjukkan pentingnya dakwah dalam kehidupan. Setiap orang, baik laki-laki ataupun wanita memiliki tanggung jawab untuk beramar ma’ruf nahi munkar, baik melalui lisan maupun tulisan.

Begitu juga, peran wanita Muslimah sebagai ibu adalah amanah langsung dari Allah. Sabda Rasulullah Saw, “Setiap kalian adalah pemimpin, dan setiap kalian akan dimintai pertanggungjawaban atas kepemimpinannya.” (HR Bukhari dan Muslim).

Seorang ibu merupakan madrasatul ula (madrasah pertama) bagi anak-anaknya. Pendidikan awal (terkait agama) dari seorang ibu akan menjadi pondasi untuk anak-anaknya dalam menjalahi kehidupan ini agar tidak tersesat. Oleh karenanya, walaupun sang ibu hanya tinggal di rumah dan mengurusi rumah tangga saja, tentunya peran tersebut tidak boleh diremehkan. Dari rahim dan didikan agama dari seorang ibulah, akan lahir anak-anak yang kuat ilmu dan imannya, sehingga bisa melahirkan generasi para pejuang dakwah yang tangguh.

Dalam menentukan skala prioritas, mana yang akan didahulukan antara memgemban dakwah Islam dan peran sebagai ibu, maka harus diperhatikan, tugas rumah tangga merupakan prioritas utama. Ketika mau berdakwah keluar rumah, harus dilihat terlebih dulu tugas utama sebagai ibu dan istri jangan sampai terganggu. Misalnya, jika anak-anak masih kecil dan sangat membutuhkan perhatian langsung dari ibunya, maka waktu dan energi perlu lebih banyak dicurahkan untuk mereka. Jika memungkinkan anak-anak dibawa ketika berdakwah, itu lebih baik lagi. Jadi istilahnya, sambil menyelam minum air, artinya melakukan dua pekerjaan dalam satu waktu.

Tentunya, itu semua bisa berjalan dengan baik jika ada dukungan dari suami dan keluarga. Jika suami mendukung, maka akan mudah bagi sang istri menjalankan aktivitasnya. Maka sedari awal sang istri harus mengomunikasikan serta mendiskusikan bagaimana perannya sebagai pengemban dakwah dan sebagai ibu rumah tangga.

Kalau misalkan, susah untuk berdakwah keluar rumah, karena anak-anak masih kecil dan butuh perhatian khusus serta suami juga kurang mendukung, maka yang bisa dilakukan wanita Muslimah yakni berdakwahnya di rumah, seperti menulis (berdakwah bisa melalui tulisan), berbagi ilmu di medsos, atau sasaran dakwahnya tetangga terdekat (bisa dilakukan sambil jagain anak) dan yang lainnya.

Oleh karena itu, menjadi seorang ibu rumah tangga itu bukan penghalang untuk menjadi seorang pengemban dakwah. Kedua tugas tersebut bisa beriringan atau bersinergi jika seorang Muslimah mampu menentukan skala prioritas dengan bijak. Intinya, bisa mengenali kapasitas diri, memahami kondisi keluarga, memahami hukum-hukum Islam serta diterapkan dalam kehidupan ini.[]

Siti Aisyah, S.Sos., Koordinator Kepenulisan Komunitas Muslimah Menulis (KMM) Depok.

Artikel Terkait

Back to top button