Saatnya Umat Memimpin Peradaban Lewat Ekonomi yang Berkah

Di balik runtuhnya peradaban besar dalam sejarah, selalu ada satu faktor kunci yang konsisten: keruntuhan sistem ekonomi dan keuangan. Demikian pula di balik lahir dan bangkitnya peradaban baru, selalu ada satu fondasi utama yang kokoh: kekuatan ekonomi yang terorganisir, produktif, dan berkelanjutan. Tak terkecuali peradaban Islam.
Mengapa Kita Tertinggal?
Umat Islam pernah menjadi pemimpin dunia. Dari Damaskus, Baghdad, hingga Cordoba, peradaban Islam menjulang berabad-abad lamanya. Namun, sejarah mencatat bahwa ketika kekuatan ekonomi umat mulai keropos—digantikan oleh perebutan kekuasaan, fanatisme mazhab, dan kerakusan elite—maka runtuh pula kejayaan itu.
Seiring waktu, Barat belajar dari kita. Ilmu ekonomi, filsafat, dan sains yang diterjemahkan dari dunia Islam membentuk fondasi Renaissance dan Revolusi Industri. Sementara dunia Islam terjebak nostalgia masa lalu, dunia Barat membangun sistem ekonomi modern yang kita sebut sekarang sebagai “konvensional”: berbasis kapitalisme, bunga, eksploitasi pasar, dan dominasi modal.
Konvensional Bukan Solusi, Tapi Bukan Musuh Buta
Mari bersikap adil. Sistem ekonomi konvensional memang berhasil mengangkat banyak negara menjadi kuat dan sejahtera secara materi. Tapi di balik itu, ia menyimpan krisis demi krisis: ketimpangan sosial, eksploitasi sumber daya, kehancuran moral, bahkan kerusakan lingkungan.
Sayangnya, banyak negara muslim justru meniru sistem ini secara mentah, termasuk di jantung dunia Islam: Mekkah dan Madinah. Ribuan ATM bank ribawi berdiri megah, pasar uang dan valuta asing beroperasi dengan prinsip yang sama seperti Wall Street. Inikah warisan Rasulullah SAW?
Kembali ke Arah yang Benar
Rasulullah SAW tidak hanya mengajarkan shalat dan puasa. Beliau membangun pasar bebas dari riba, monopoli, dan tipu daya. Rasulullah mendirikan Pasar Islam di Madinah, memutus dominasi pasar Yahudi, dan menjadikan ekonomi sebagai ladang ibadah.
Inilah yang disebut ekonomi Islam. Bukan romantisme masa lalu, tapi sistem hidup yang adil dan solutif untuk masa depan. Bukan anti-modernitas, tapi justru menuntun modernitas agar tidak menjerumuskan manusia ke dalam kerakusan dan ketimpangan.
Membangun Kerangka Ekonomi Islam Modern
Jika umat ingin kembali memimpin peradaban, kita tidak bisa hanya berdemo atau berdakwah di atas mimbar. Kita harus:
- Menguasai ilmu dan teknologi ekonomi modern, tapi dikendalikan dengan nilai-nilai syariah.
- Mendirikan dan menguatkan lembaga keuangan syariah: bank, koperasi, wakaf produktif, fintech halal.
- Mendistribusikan kekayaan secara adil, lewat zakat, infak, sedekah, dan investasi umat.
- Membentuk pasar yang bebas dari riba dan manipulasi, dengan etika dan pengawasan syariah.
- Mengintegrasikan gerakan sosial, spiritual, dan ekonomi, bukan memisahkannya.
Saatnya Bangkit, Bukan Menunggu
Umat Islam hari ini tidak kekurangan semangat. Kita hanya perlu arah dan struktur gerakan yang jelas. Kita tidak anti-konvensional, tapi kita ingin memurnikan sistem, agar ekonomi kembali menjadi jalan ibadah, bukan alat eksploitasi. “Jika kamu menolong agama Allah, niscaya Dia akan menolongmu dan meneguhkan kedudukanmu.” (QS Muhammad: 7)
Maka, mari mulai dari diri kita. Dari komunitas kita. Dari koperasi, toko, pasar, dan investasi kita. Ekonomi syariah bukan hanya pilihan ideologis, tapi jalan strategis menuju kemakmuran dan keberkahan.
Penutup
Ini bukan sekadar wacana. Ini panggilan zaman. Sudah waktunya umat mengelola harta dengan syariah, membangun peradaban dengan strategi, dan menjadikan ekonomi sebagai kendaraan dakwah, bukan korban kapitalisme.
Kalau bukan sekarang, kapan lagi? Kalau bukan kita, siapa lagi?
Dr. Firmanullah Firdaus, S.E., M.Kom, CWC