Meneladani Rasulullah Saw dalam Bisnis di Era Digital

Pernahkah kita membayangkan, andai Rasulullah Saw menjadi seorang pebisnis di era modern ini, di tengah hiruk-pikuk dunia digital, persaingan startup, dan algoritma yang menguasai pasar?
Apakah beliau akan turut serta dalam promosi besar-besaran seperti flash sale 7.7, atau justru lebih memilih memastikan bahwa setiap produk yang dijual halal, transaksi dilakukan secara adil, dan tidak menzalimi siapa pun?
Di tengah dunia yang semakin komersial dan kompetitif, ajaran bisnis Rasulullah ternyata justru semakin relevan. Bukan hanya sebagai nilai spiritual, tetapi juga sebagai strategi jangka panjang untuk membangun kepercayaan dan keberlanjutan.
Di era sekarang, mayoritas bisnis hanya mengejar profit atau meraup keuntungan sebanyak-banyaknya, berbeda dengan masa Rasulullah Saw. Tata cara berbisnis Nabi Muhammad Saw menjadi hal yang sangat menarik untuk dibahas, di mana beliau menjalankan tugasnya sebagai uswatun hasanah—yakni contoh teladan dalam segala hal, termasuk dalam aktivitas ekonomi.
Nabi Muhammad Saw adalah pelaku bisnis yang jujur dan amanah. Oleh karena itu, penggalian nilai-nilai etika melalui perilaku bisnis Nabi Muhammad Saw diharapkan menjadi sebuah solusi atas krisis moral dan kepercayaan dalam perilaku bisnis masa kini. Nilai-nilai ini tidak hanya relevan untuk individu, tetapi juga dapat menjadi fondasi sistem ekonomi yang lebih etis dan manusiawi.
Kejujuran adalah Branding Terbaik
Rasulullah memulai karier bisnisnya di usia muda dan dikenal sebagai Al-Amin, si terpercaya. Tanpa modal besar dan iklan bombastis, beliau membangun reputasi dari siddiq atau kejujuran. Beliau tidak pernah menutup-nutupi cacat barang, bahkan menjelaskan secara terbuka.
Dalam menjalankan bisnisnya, Nabi Muhammad Saw selalu menunjukkan kejujuran dan meyakini betul bahwa membohongi para pelanggan sama dengan mengkhianati mereka. Pelanggan yang kecewa dan tertipu tidak akan kembali. Akibatnya, bisnis pun akan hancur secara perlahan.
Dalam manajemen pemasaran modern, karakter siddiq sangat menentukan terciptanya layanan informasi yang benar. Bahkan, karakter ini menjadi pondasi penting yang harus menyertai aktivitas bisnis agar hak dan kepentingan pelanggan tetap terpenuhi.
Dalam hadits yang diriwayatkan Imam Tirmidzi disebutkan: “Pedagang yang jujur dan amanah akan bersama para nabi, orang-orang yang benar, dan para syuhada.”
Di zaman sekarang, ini setara dengan konsistensi rating lima bintang dari pelanggan—bukan karena diskon, tapi karena integritas.
Nabi Muhammad Saw sejak usia 10 tahun telah membantu pamannya, Abu Thalib, dalam berdagang. Beliau juga menjadi penggembala kambing milik penduduk Mekkah. Hal ini membentuk pribadi yang mandiri dan ulet.
Saat berusia 17 tahun, beliau mulai berdagang sendiri, dan saat berumur 25 tahun menikah dengan Khadijah ra, yang kemudian menjadi mitra bisnisnya. Bahkan setelah menikah, beliau tetap menjalankan aktivitas perdagangan secara profesional dan amanah.