Asma’, Shahabiyah Pemberani Menyukseskan Hijrah Nabi

Plak! Tamparan yang sangat keras mengenai pipi Asma’ yang nama lengkapnya Asma’ binti Abu Bakar Ash-Shiddiq bin Abi Quhafah at-Taimiyyah al-Qurasyiyyah. Saking kerasnya, anting-antingnya lepas dan darah mengalir pada bagian kepala. Ditambah pula, kondisi putri Abu Bakar dan Qutailah binti Abdul Uzza waktu itu sedang mengandung.
Tamparan yang sangat keras tersebut dilakukan Abu Jahal, ketika pemuka kafir Quraisy tersebut dengan beberapa koleganya datang ke rumah Abu Bakar dengan menggedor pintu dan menanyakan kepada Asma keberadaan ayahnya dan Nabi Saw. Abu Jahal merasa geram karena kecolongan atas hijrahnya Nabi Muhammad Saw dan Abu Bakar ke Yatsrib (sekarang Madinah).
Sebagaimana Ibnu Ishaq meriwayatkan, “Aku mendengar keterangan bahwa Asma berkata, ‘Abu Jahal datang ke rumahku bersama beberapa tokoh Quraisy, maka aku menemui mereka’. Mereka bertanya, “Di mana ayahmu?” Aku menjawab, “Demi Allah, aku tidak tahu di mana dia.” Abu Jahal langsung mengayunkan tangannya dan menampar pipiku sekeras-kerasnya, sehingga antingku lepas, lalu mereka pergi.”
Namun perlakuan kasar yang diterima tak menyurutkan dan tak menggoyahkan semangatnya merahasiahkan keberadaan sang Ayah (Abu Bakar ra) dan Nabi Muhammad Saw dari kaum kafir Quraisy. Perempuan yang lahir sekitar tahun 595 M di Makkah, malah tambah semangat dan bahagia jika Nabi Saw dan ayahnya bisa hijrah ke Yatsrib dengan selamat.
Istri Az-Zubair bin al-‘Awwam itu pun sudah memikirkan matang-matang, bahaya yang akan menimpa dirinya jika bersikeras membantu hijrah Nabi Saw dan ayahnya. Bahkan, nyawa taruhannya. Ia pun sudah mempersiapkannya dengan keteguhan iman yang kuat agar Islam bisa tersebar ke seluruh dunia. Bisa dibilang Asma’ sudah siap dan mantap dengan segala konsekuensinya.
Tanpa berlama-lama, Asma pun segera menyiapkan makanan dan air untuk Nabi Muhammad Saw dan ayahnya. Asma pun diberitahu ayahnya lewat seorang utusan, Nabi Saw dan dirinya berada di Gua Tsur. Karena hijrahnya Nabi Saw dan ayahnya diketahui kaum Quraisy, dan dikejar sampai di depan Gua Tsur dan hampir saja ditemukan, tapi atas pertolongan Allah, mereka berhasil selamat karena sarang laba-laba dan burung merpati yang menutupi pintu gua.
Di Gua Tsurlah Nabi Saw dan Abu Bakar bersembunyi selama tiga malam agar keberadaannya tidak ketahui guna melanjutkan perjalanan hijrahnya ke Yatsrib. Selama itu pula, Asma berperan guna menyiapkan makanan dan air.
Walaupun kondisi Asma waktu itu sedang mengandung, dan medan menuju Gua Tsur itu berliku, terjal, curam dan berbatu dengan jarak yang cukup panjang yakni tujuh kilometer di selatan Makkah, tak menyurutkan diri untuk membawa makanan dan air.
Saat itu, Asma kebingungan karena tidak ada tali untuk mengikat wadah makanan dan air. Tidak kehabisan akal, ia segera merobek ikat pinggangnya menjadi dua bagian, satu untuk mengikat makanan. Satu untuk mengikat air minum. Setelah kejadian itu, Nabi Saw pun memberikan gelar khusus: “Sesungguhnya dia (Asma’) adalah Dzatun Nithaqain” (HR Bukhari, No. 3906; Ibnu Hajar dalam Fathul Bari, 7/143).
Dzatun Nithaqain (pemilik dua ikat pinggang). Itulah gelar yang diberikan Nabi Saw kepada kakaknya Aisyah binti Abu Bakar (istri Nabi Saw) itu. Gelar Dzatun Nithaqain memang pantas disematkan kepada Asma. Pasalnya peran heroiknya selalu dikenang dalam peristiwa hijrah Nabi Muhammad Saw ke Madinah. Gelar ini tidak sembarangan, gelar ini mencerminkan keberanian, kecerdikan, dan pengorbanan luar biasa.
Terkait balasan yang akan diterima Asma, Nabi pun bersabda, “Sesungguhnya Allah telah menggantikan untukmu dengan dua ikat pinggang di surga.” (HR Bukhari).
Menurut Ibnu Hajar al-Asqalani dalam Al-Ishabah fi Tamyiz ash-Shahabah dan Adz-Dzahabi dalam Siyar A’lam an-Nubala’, gelar ini bukan hanya literal, tapi simbol keberanian dan pengorbanan wanita dalam perjuangan Islam. Menunjukkan Asma’ adalah bagian penting dari strategi hijrah, bukan hanya sebagai keluarga Nabi, serta menegaskan kemuliaan peran perempuan dalam dakwah, bukan sekadar pendukung pasif.