Menjadikan Rumah sebagai Madrasah Pertama Anak

Di balik dinding rumah kita, setiap hari sedang berlangsung proses pendidikan yang lebih menentukan arah masa depan anak daripada sekadar pelajaran di sekolah.
Rumah adalah madrasah pertama, dan orang tua adalah guru yang tidak pernah pensiun.
Rasulullah ﷺ bersabda: “Setiap anak dilahirkan dalam keadaan fitrah. Maka kedua orang tuanyalah yang menjadikannya Yahudi, Nasrani, atau Majusi.” (HR. Bukhari dan Muslim)
Hadis ini menegaskan bahwa fondasi keimanan, akhlak, dan cara pandang hidup anak dibentuk sejak awal di rumah. Sekolah dapat melengkapi, tetapi rumahlah yang mewarnai jiwa mereka. Jika rumah penuh dengan zikir, doa, dan teladan baik, anak akan tumbuh dengan akhlak mulia. Sebaliknya, jika rumah dipenuhi teriakan, kemarahan, dan kelalaian, anak pun belajar dari itu.
Sejarah keluarga para sahabat menunjukkan bagaimana rumah menjadi pusat pembinaan karakter. Di rumah Abu Bakar, anak-anaknya tumbuh dengan keberanian dan keimanan. Di rumah Ali bin Abi Thalib, Hasan dan Husain belajar langsung dari teladan Rasulullah ﷺ. Pendidikan yang dimulai dari rumah melahirkan generasi yang bukan hanya cerdas otaknya, tetapi juga bening hatinya.
Namun, di era modern, fungsi rumah sebagai madrasah sering tergeser. Televisi, gawai, dan kesibukan orang tua mengikis waktu interaksi berkualitas. Anak-anak lebih mengenal tokoh kartun daripada kisah para nabi. Di sinilah pentingnya kesadaran orang tua untuk mengembalikan rumah sebagai pusat pendidikan ruhani dan akhlak.
Menjadikan rumah sebagai madrasah pertama bukan sekadar menyediakan rak buku Islami atau poster doa, tetapi menghadirkan atmosfer yang menanamkan nilai Qur’ani setiap hari. Mulai dari menyambut anak dengan senyum, makan bersama sambil bercerita kisah teladan, hingga menjadikan waktu shalat berjamaah sebagai momen kebersamaan. Semua itu membentuk kenangan batin yang melekat dan menjadi bagian dari karakter anak.
Pendidikan di rumah adalah investasi yang buahnya mungkin tidak terlihat hari ini, tetapi akan tampak saat anak mengambil keputusan penting dalam hidupnya. Anak yang terbiasa dibimbing di rumah akan memiliki pijakan kokoh saat menghadapi dunia luar yang penuh tantangan.
Pada akhirnya, menjadikan rumah sebagai madrasah pertama bukan hanya tugas, tapi juga kehormatan. Sebab setiap lantunan doa, setiap kata lembut, setiap teladan kebaikan di rumah akan tercatat sebagai amal jariyah yang mengalir, bahkan setelah kita tiada. []
Fakhurrazi Al Kadrie, S.HI, M.Pd., Penyuluh Agama Islam Kementerian Agama Kota Pontianak.