PARENTING

Memahami Tumbuh Kembang Anak dari Perspektif Islam

Setiap anak yang lahir ke dunia adalah amanah suci dari Allah ﷻ. Mereka hadir dengan fitrah yang bersih, hati yang lembut, dan jiwa yang siap menerima bimbingan. Rasulullah ﷺ menegaskan dalam sabdanya:

“Setiap anak dilahirkan di atas fitrah. Maka kedua orang tuanyalah yang menjadikannya Yahudi, Nasrani, atau Majusi.” (HR. Bukhari dan Muslim)

Hadis ini memberi pesan mendalam anak bukanlah kertas kosong, tetapi ia lahir membawa potensi suci yang harus dijaga. Orang tualah yang menjadi penentu ke arah mana pertumbuhan fitrah itu berkembang. Oleh sebab itu, memahami tumbuh kembang anak dari perspektif Islam bukan sekadar kewajiban biologis, melainkan tanggung jawab spiritual.

1. Pertumbuhan Fisik sebagai Nikmat dan Amanah

Dalam fase awal, Islam sangat memperhatikan hak anak atas kesehatan fisik. Al-Qur’an menyinggung tentang proses penciptaan manusia dalam rahim dengan detail yang menakjubkan (QS. Al-Mu’minun: 12–14). Pesan ini mengingatkan kita bahwa tubuh anak bukan sekadar rangka daging, tetapi ciptaan Allah yang sempurna. Maka menjaga kesehatan mereka melalui makanan halal, gizi seimbang, dan kasih sayang adalah ibadah.

Seorang anak yang tumbuh kuat secara fisik akan lebih siap menerima pendidikan ruhani. Sebaliknya, kelalaian dalam aspek fisik dapat memengaruhi perkembangan mental dan spiritual mereka.

2. Perkembangan Akal sebagai Jalan Menuju Hikmah

Allah ﷻ berfirman: “Dan Allah mengeluarkan kamu dari perut ibumu dalam keadaan tidak mengetahui sesuatu pun, dan Dia memberi kamu pendengaran, penglihatan, dan hati agar kamu bersyukur.” (QS. An-Nahl: 78)

Ayat ini menegaskan bahwa akal anak berkembang seiring berjalannya waktu. Islam menempatkan akal sebagai anugerah utama yang membedakan manusia dengan makhluk lain. Oleh sebab itu, memberi rangsangan kognitif sejak dini melalui bacaan Qur’an, cerita teladan Nabi, serta pembiasaan berpikir kritis adalah bagian dari proses pendidikan Islami.

Membiarkan akal anak kosong dari ilmu sama saja menelantarkan potensi yang Allah titipkan. Sebaliknya, memenuhi akal mereka dengan ilmu yang benar akan melahirkan generasi Rabbani.

3. Pembentukan Akhlak Sejak Kecil

Tumbuh kembang anak tidak hanya soal fisik dan akal, tetapi juga akhlak. Rasulullah ﷺ bersabda: “Tidak ada sesuatu yang lebih berat dalam timbangan seorang mukmin pada hari kiamat daripada akhlak yang mulia. (HR. Tirmidzi)

Sejak kecil, anak perlu dibiasakan dengan ucapan lembut, sikap hormat, dan kejujuran. Setiap kata kasar dari orang tua akan terekam dalam jiwa anak, begitu pula setiap contoh kebaikan akan melekat dalam dirinya. Pendidikan akhlak bukan sekadar teori, melainkan teladan hidup sehari-hari.

4. Perkembangan Ruhani: Menanamkan Tauhid Sejak Dini

Di atas semua aspek, Islam mengajarkan pentingnya perkembangan ruhani anak. Jiwa yang masih suci itu harus dikenalkan dengan nama Allah sejak dini, diajak mendengar adzan, dikenalkan shalat, dan diajari cinta kepada Rasulullah ﷺ.

Ibn Khaldun dalam Muqaddimah menegaskan bahwa pendidikan ruhani adalah dasar yang akan mengarahkan semua perkembangan lainnya. Jika ruhani anak sehat, maka akalnya akan cemerlang, fisiknya terjaga, dan akhlaknya mulia.

5. Tantangan Zaman dan Peran Orang Tua

Hari ini, anak-anak menghadapi tantangan baru: layar gawai yang menyilaukan, budaya instan, serta derasnya arus informasi yang seringkali tidak tersaring. Jika orang tua tidak memahami tumbuh kembang anak dengan perspektif Islam, maka fitrah suci itu mudah terkontaminasi.

Namun Islam selalu memberi harapan. Dengan kasih sayang, doa, pendidikan yang seimbang antara akal, fisik, akhlak, dan ruhani, anak-anak dapat tumbuh menjadi generasi yang kokoh, penuh iman, dan berakhlak mulia.

Memahami tumbuh kembang anak dari perspektif Islam bukanlah tugas singkat, tetapi perjalanan panjang. Ia menuntut ilmu, kesabaran, dan doa yang tiada henti. Anak bukan hanya buah hati, melainkan amanah Allah yang kelak akan menjadi saksi di hadapan-Nya.

Ketika orang tua mampu menuntun tumbuh kembang anak dengan penuh cinta dan tuntunan syariat, maka ia sedang menanam pohon kebaikan yang kelak berbuah pahala jariyah yang tak pernah putus.[]

Fakhurrazi Al Kadrie, S.H.I., M.Pd., Penyuluh Agama Islam Kementerian Agama Kota Pontianak.

Artikel Terkait

Back to top button