Abdurrauf As-Singkili, Ulama Besar Aceh yang Santun
Selain dapat mendamaikan perselisihan antara pengikut Nuruddin ar Raniri dan Hamzah Fansuri, Syiah Kuala juga menulis berbagai buku. Ia menulis fikih, tafsir, kalam dan ilmu tasawuf.
Dalam artikel berjudul ‘Ulama Santun dari Serambi Mekkah’ yang tertulis di buku Seribu Tahun Nusantara, Oman menuliskan bahwa pertentangan kedua mazhab itu berangkat dari perbedaan konsep mengenal diri dan Allah terkait dengan ritual ibadah dan interaksi sosial. Ar Raniri menuduh pengikut Wahdatul Wujud sesat dan menyimpang karena mempercayai banyak Tuhan. Pengikutnya diminta bertobat. Konflik ini merembet pada pembakaran karya-karya Syekh Hamzah Fansuri, disusul pengejaran dan pembunuhan para pengikutnya.
Karya as Singkili salah satunya berjudul Mir’atuttullab. Kitab ini berisi ketentuan fikih sosial yang mewarisi pemikiran mazhab Syafi’i. Sejumlah sejarawan berpendapat, kitab ini dibuat pada abad ke 17 hingga ke 18 oleh murid Syiah Kuala. Kitab ini merupakan satu dari 22 karya tulis Syiah Kuala. Tulisannya menggunakan aksara Arab Melayu. Sultanah Safiatuddin Syah meminta Syiah Kuala menyelesaikan kitab itu untuk dijadikan pedoman bermasyarakat. Tak kurang dari 71 topik persoalan dibahas dalam buku itu. Bahasannya membentang dari soal muamalah, politik, sosial, ekonomi sampai keagamaan.
Kedudukan penting Syiah Kuala dalam perkembangan Islam di Nusantara juga diakui banyak kalangan lewat karya tafsir Al-Qur’an. Ia adalah alim ulama yang pertama kali menyuguhkan kitab tafsir secara lengkap dalam bahasa Melayu. Edisi cetak kitab berjudul Turjuman al Mustafid itu juga terbit di Malaysia, Singapura, India, Timur Tengah hingga Afrika Selatan.
Syiah Kuala meninggal pada 1696. Dia dimakamkan di hilir Sungai Aceh, sekitar 8 km dari pusat kota Banda Aceh. Di tempat itu juga terkubur kedua istri dan murid-murid kesayangannya. Tengku Abdul Wahid, generasi ketujuh penjaga makam Abdurrauf as Singkili mengatakan bahwa para peziarah dari dalam dan luar negeri tak henti mengunjungi makam Syiah Kuala.
Di bagian atas gapura yang didirikan di depan pintu makam Syiah Kuala tertulis, ”Adat Bak Po Teumeureuhom, Hukom Bak Syiah Kuala.” Artinya kurang lebih, aturan adat bersumber dari pemimpin, penerapan hukum pada Syiah Kuala. []
Nuim Hidayat, Penulis Buku Agar Batu Bata Menjadi Rumah yang Indah.