Abu Nawas, Kisah Tobat Sang Pujangga Jenaka
Orang-orang yang menepuh jalan hidupnya dengan zuhud dapat dikelompokkan menjadi dua. Pertama, mereka yang menempuh jalan zuhud sejak awal atau dini. Kedua, mereka yang menempuh jalan zuhud setelah melalui kehidupan yang rusak dan bahkan murtad. Abu Nawas diketahui sebagai zahid yang menempuh jalan kedua. Golongan kedua ini menjalankan zuhudnya setelah melakukan sesuatu yang dilarang oleh agama, seperti minum khamr, berzina, dan sejenisnya.
Berbeda dengan golongan pertama yang berusaha meninggalkan urusan dunia sejak dini, tanpa menikmati sebelumnya. Golongan kedua ini menjalani jalan zuhudnya setelah puas menikmati urusan dunia. Jadi, zahid merasakan seluruh kenikmatan duniawi terlebih dahulu sebelum meninggalkannya dan mengubahnya untuk meraih kenikmatan ukhrawai. Hal inilah yang dilakukan Abu Nawas pada masa mudanya, beliau dikenal sebagai orang yang suka minum khamr.
Abu Nawas menganggap bahwa dengan khamr membuatnya lebih bahagia dan bebas mengekspresikan hidupnya. Sebab kesukaannya dengan kharm sehingga syair/puisi yang pertama kali diciptakan bertemakan khamr atau yang biasa disebut dengan khamriyyat dalam kitab Diwan Abu Nawas. Tentu saja perbuatan ingkar kepada Tuhan tersebut tidak berlangsung lama hingga pada suatu ketika Abu Nawas menyadari bahwa apa yang selama ini dilakukannya tidak benar dan langsung melakukan pertaubatan serta berzuhud di hari tuanya.
Dalam berzuhud Abu Nawas melalui tiga tahap, yaitu: penyesalan, taubat, dan pasrah. Adapun motif Abu Nawas sebenarnya untuk menempuh jalan zuhud adalah kelalaian dalam hidup yang serba jenaka. Ia menempuh zuhud dengan perasaan tulus dan ikhlas sebagaimana ia menjalani hidup rusaknya dengan pikiran tulus dan ikhlas, karena baginya tidak ada lawan antara emosi dan rasio, antara jiwa dan akal.
Tania Nafida Aimmah, Mahasiswi UIN Maulana Malik Ibrahim Malang