ABW dan Hak-Hak Kedaulatan Rakyat
Ada idiom, bully-an di medsos terhadap Anies itu akan berhenti atau menghilang, bilamana Anies men-declare tidak mencalonkan diri di Pilpres 2024.
Idiom itu tentu terasa menjadi aneh dan sama sekali tak rasional, padahal Anies sendiri sampai saat ini masih fokus menunaikan tugasnya sebagai Gubernur hingga Oktober 2022.
Makanya, meski dorongan dan sokongan politik begitu kuat dan besar sekalipun dari partisipasi publik yang nyaris merata di seantero nusantara, kerap lembaga-lembaga survey selalu me-rantingnya di tangga teratas dan sekarang mulai adanya tanda dan signal positif dari partai-partai yang akan mendukung dan mengusungnya, Anies secara elegan dan gentlement tetap saja belum mau mendeklarasikan diri bahwa beliau siap mengikuti konstestasi pencalonan Presiden 2024-2029.
Oleh karena itu, Anies yang memang bermental setia, jujur, cerdas, tegas dan berintegritas, dan taat prosedur perundang-undangan serta hukum, boleh jadi beliau baru akan men-declare bilamana beliau sudah melepaskan jabatan Gubernurnya. Sehingga, beliau kembali menjadi rakyat biasa, secara murni dan geniun.
Dan terhadap jabatan Presiden, sebagaimana UUD 1945 mengatur landasannya, itu adalah bagian dari nilai-nilai substansial dan fundamental terhadap kedaulatan bahwa itu adalah sepenuhnya hak-hak rakyat siapa pun orangnya sebagai warga negara Indonesia.
Jadi, sesungguhnya seharusnya tanpa ada implikasi dan atau kepentingan lain jika seorang calon Presiden yang kelak akan memegang kedaulatan negara itu.
Apalagi, disulut kepentingan modal oleh Cukong Bandar Politik yang lazim dikendalikan para korporasi konglomerasi yang pasti akan meminta kompensasi “tanggung rente”. Juga bisa timbulnya konspirasi oligarki partai politik itu memungkinkan karena masih adanya PT 20%. Sementara, para elit politisi itu akan memainkan kelicikannya dengan memanfaatkan kondisi masih dalamnya jurang disparitas kesadaran politik rakyat di floating mass yang sebagian besar masih berpendidikan rendah dengan tingkat kemiskinan yang tinggi.
Akibatnya, Pemilu JURDIL hanya ada di awang-awang masih jauh dari kenyataan, semua ditelan kelahapan betapa rakusnya politik kotor dan instan dengan menebar money politic, seringkali suara rakyat “lugu”itu dibeli dengan harga yang amat murah dan tanpa bersalah seperti lumrah saja layaknya. Padahal, just one vote akan menentukan kondisi nasib bangsa dan negaranya ke depan.
Anies yang memang terpilih murni dan geniun berasal dari hasil suara kedaulatan rakyat, maka ketika Anies menjadi Gubernur dan termasuk menjadi bagian memimpin kedaulatan negara, beliau dengan tanpa pamrih dan dengan sangat keras dan tegas akan menentang setiap proyek yang mengindikasikan mengganggu kedaulatan itu, seperti reklamasi Pantai Utara Teluk Jakarta.
Maka, seketika Anies memberhentikan proyek itu yang memang bak menyembunyikan bangkai berbau tak sedap disinyalir adanya konspirasi oligarki korporasi di mega proyek reklamasi itu dalam misi pencalonan Jokowi menjadi Presiden.