ABW dan Momok Presidential Treshold
Presiden, adalah “seorang” yang harus mampu mengimplementasikan persatuan dan kesatuan di atas kebhinekaan dan kemajemukan yang mewarnai NKRI, menjaga keutuhannya dan selalu menunmbuhkan perasaan “nation state Building”
Presiden, adalah “seorang” yang mampu menjamin adanya perasaan keadilan sosial yang mampu menyejarahterakan secara bersama-sama pada setiap warga negara di semua strata lapisannya;
Pada akhirnya ketika Presiden itu terpilih sebagai hasil secara perwakilan dalam permusyawarahan dan kemufakatan, maka Presiden sesungguhnya adalah pemegang tertinggi kedaulatan rakyat seluruhnya, pemangku tertinggi amanat rakyat semesta, bahkan penghantar bagi keadilan dan kesejahteraan setiap rakyat Indonesia.
Momok Dua Kutub Oligarki Parpol dan Korporasi
Persoalannya, ketika President Treshold itu pasti akan menjelma menjadi momok yang mengerikan, manakala hanya dijadikan alat politik untuk menjadikan kedudukan jabatan Presiden: di satu sisi dibuat oleh oligarki partai politik yang memang semula menjadikan sebagai kendaraannya; dan di sisi lain oleh oligarki korporasi konglomerasi yang serakah membiayai bagi keberlangsungan prosesnya.
Maka, kalau sudah demikian kedudukan dan kekuasaan jabatan Presiden adalah produk konspirasi dua kutub oligarki politik dan ekonomi yang sudah pasti akan bermuara kepada issue kepentingan, vested interested, issue keharusan balas jasa politik dengan tanggung rente ekonomi.
Kalau sudah begini, maka dampak paling parah berakibat tercerabutnya kelembagaan Presiden dari akar kultural dan sistem nilai.
Presiden kemudian menjelma menjadi kekuasaan otoriterisme, demi menafikan kekuasaan dirinya di antara kepentingan dua kubu oligarki partai politik dan korporasi konglomerasi.
Presiden kemudian muncul sebagai sosok yang represif dan diskriminatif bagi rakyat, tapi akan bersikap loyalis mulia bagi kubu keduanya.
Bahkan, mengambil pengalaman kecenderungan periodisasi kepemimpinan Jokowi bagi kedua kubu oligarki partai politik dan korporasi konglomerasi, Presiden malah diakui sebagai “petugas partai” yang kebetulan dari partai pemenang Pemilu.