Ada Apa dengan Pengajian?
Sudah menjadi hal yang lazim bagi kaum muslim, menghadiri majelis taklim. Tidak hanya anak-anak, tetapi juga para remaja, hingga bapak-bapak saat istirahat di kantor, dan ibu-ibu, aktif mengaji Islam. Pengajian dalam bahasa Arab disebut at-ta’llimu asal kata ta’allama yata’allamu ta’liiman yang artinya belajar.
Dalam Islam, aktivitas mengaji termasuk dalam kegiatan tholabul ilmi atau menuntut ilmu. Dan ini wajib hukumnya, yang jika ditinggalkan akan berdosa. Sebaliknya bagi yang mengerjakan hal tersebut tulus ikhlas demi meraih ridho Allah, akan mendapatkan pahala. Bahkan pahala yang terus mengalir, ketika ilmu tersebut terus diajarkan dan diterapkan.
Dengan kesadaran itulah, kaum muslim selalu berusaha memenuhi majelis-majelis ilmu. Malah semakin banyak yang hadir, dengan cara mengajak kerabatnya, sesama muslim, untuk turut serta terlibat di sana. Dan ini pun berpahala sebagai bentuk amr ma’ruf nahyi munkar. Maka sungguh di dalam Islam tidak ada perilaku yang sia-sia. Semuanya terukur dalam ketaatan dan tunduk kepada Sang Khalik.
Banyak hal yang akan dipelajari pada pengajian, seperti akidah, syariat, tsaqofah Islam, Bahasa Arab, hukum-hukum Allah, dan lain sebagainya, yang akan digunakan untuk mengarungi kehidupan sehari-hari. Sedangkan hal tersebut, sulit didapat dari bangku pendidikan sekolah, yang ada sekarang.
Sebagaimana kita tahu, saat ini ilmu agama hanya mendapat porsi sedikit, yakni dua jam pelajaran, perminggu. Bahkan diwacanakan akan dihapus dari kurikulum. Sementara ilmu lainnya yang mengusung mabda sekularisme, yaitu ideologi yang menegasikan peran Allah dalam kehidupan sehari-hari, justru diajarkan. Sehingga output yang dihasilkan adalah, anak didik tidak lagi memiliki kepribadian Islam, dan itu menjadi pekerjaan rumah (PR) bagi para ibu.
Padahal jauh belasan abad yang silam, Rasulullah shollallaahu alaihi wassallam banyak menggelar kajian ilmu yang dihadiri kaum muslim dan muslimah. Berguru dan menimba ilmu dari manusia luar biasa seperti beliau, adalah satu hal yang tidak boleh terlewatkan. Maka generasi hebat, memang terbukti dihasilkan di masa itu.
Keutamaan Majelis Ilmu
Seseorang yang hadir di majelis ilmu akan lembut hatinya, senantiasa tenang dan memiliki kesadaran bahwa ia hanyalah seorang hamba bagi Allah Al-Khalik, Al-Mudabbir. Maka ia akan berhati-hati, takut bermaksiat, menjaga lisan, hati dan perbuatannya semata-mata didedikasikan hanya untuk keridhoan Allah.
Dari Anas bin Malik Radhiyallahu ‘anhu, bahwa Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,”Jika kamu melewati taman-taman surga, maka singgahlah dengan senang.” Para sahabat bertanya,”Apakah taman-taman surga itu?” Beliau menjawab,”Halaqah-halaqah (kelompok-kelompok) dzikir.” (HR Tirmidzi, no. 3510, Ash Shahihah, no. 2562).
Kontribusi Islam terhadap para perempuan pun telah ada di kala itu. Mereka mendapat kesempatan belajar, bahkan mengajar. Asy-Syifa binti Abdillah al-Adawiyah, adalah seorang guru muslimah pertama yang mengajari baca tulis, yang juga piawai di dalam ilmu pengobatan. Ada pula majelis lainnya seperti Thumadir binti Amru ibn al-Syarid as-Salamiyah al-Madhriyah (al-Khunnasa), Lubabah binti al-Harits (Ummu al-Fadhl), Syaykhah Shunda yang mengajar berbagai disiplin ilmu, seperti sastra, statistika, hingga puisi.
Maka tak heran jika para ibu yang kerap hadir di pengajian memiliki keluarga yang unggul. Mereka tidak melalaikan tugas utama sebagai ummu wa robbatul baiyt (yaitu sebagai ibu dan pengurus rumah tangga) bahkan ilmu tersebut digunakan oleh para ibu tatkala menjalankan berbagai perannya dalam kehidupan sehari-hari. Maka dapat dibayangkan, betapa Khilafah mampu menjadi sebuah negara adidaya, sebab di sana terdapat ummahat (para ibu) shalihah dan berilmu yang siap mencetak pemimpin peradaban.