MASAIL FIQHIYAH

Adab Berdemonstrasi Menurut Islam

Sebagaimana maklum diketahui, aksi unjuk rasa atau demonstrasi yang disertai perilaku anarki, vandalisme, perusakan fasilitas umum, dan penjarahan harta orang lain hukumnya terlarang menurut Islam.

Hal ini menjadi salah satu alasan mengapa sebagian ulama kontemporer melarang keras kegiatan demonstrasi yang merugikan, karena mudarat yang ditimbulkan lebih besar dibandingkan manfaat yang diperoleh.

Demonstrasi sejatinya bersifat sebagai sarana, bukan tujuan. Fungsi utamanya adalah untuk menyampaikan aspirasi kepada pihak berwenang terkait pemenuhan kewajiban atau hak rakyat. Hukum suatu sarana sangat bergantung pada hukum tujuan yang ingin dicapai.

Apabila tujuan tersebut bertentangan dengan syariat, maka sarana yang digunakan untuk mencapainya pun menjadi terlarang. Sebaliknya, jika tujuan tersebut sesuai dengan syariat, maka sarana tersebut dapat diperbolehkan selama tidak melanggar aturan Islam.

Baca juga: Demonstrasi Berujung Rusuh, Bagaimana Hukumnya?

Dengan prinsip ini, apabila demonstrasi digunakan untuk menuntut sesuatu yang jelas bertentangan dengan syariat, maka aksi tersebut hukumnya dilarang. Selain itu, demonstrasi yang dilakukan dengan cara-cara yang melanggar syariat—seperti perusakan, penjarahan, atau tindak kejahatan lainnya—juga dilarang.

Walaupun tujuan aksi tersebut dianggap baik secara syariat, misalnya untuk menegakkan keadilan, hal itu tidak membenarkan penggunaan sarana yang dilarang oleh Islam. Prinsip ini menegaskan bahwa ketaatan terhadap syariat berlaku baik pada tujuan maupun pada cara yang ditempuh untuk mencapainya.

Ketika seorang muslim hendak melakukan aksi unjuk rasa, terdapat beberapa hal penting yang harus diperhatikan agar kegiatan tersebut tetap berada dalam koridor syariat Islam, hukum yang berlaku, serta nilai-nilai moral. Untuk memudahkan pemahaman, penulis akan mengurutkannya dengan metode pentahapan.

Tahap Pertama: Muhasabah Diri dengan Bertobat

Jika yang terjadi adalah pemerintah berlaku tidak adil dan sewenang-wenang terhadap rakyatnya, maka hal yang paling mendasar dilakukan oleh seorang muslim adalah bertobat kepada Allah SWT. Allah SWT memerintahkan umat Islam untuk taat kepada pemerintah selama pemerintah tersebut tidak menyimpang dari syariat.

Oleh karena itu, menurut Imam Al-Muzanī dalam Syarḥ al-Sunnah seorang muslim tidak diperbolehkan memberontak ketika pemerintah bertindak sewenang-wenang dan zalim. Sebaliknya, seorang muslim harus bertobat kepada Allah agar Dia bersikap lembut kepada rakyatnya.

Hal ini disebabkan adanya penguasa yang zalim kepada rakyatnya, bisa jadi rakyatnya juga berlaku zalim, baik kepada Allah, diri sendiri, atau sesamanya. Oleh karena itu, ia harus bertobat terlebih dahulu memperbaiki diri dan keluarga, dan mendakwahi orang-orang sekitar, sampai kebaikan tersebar. Allah SWT berfirman dalam surah Al-An’am, ayat 129:

وَكَذٰلِكَ نُوَلِّيْ بَعْضَ الظّٰلِمِيْنَ بَعْضًاۢ بِمَا كَانُوْا يَكْسِبُوْنَ ࣖ

Demikianlah Kami jadikan sebagian orang-orang zalim berteman dengan sebagian lainnya, sebagai balasan atas apa yang selalu mereka kerjakan.

Para ulama berbeda-beda dalam memahami penggalan وَكَذٰلِكَ نُوَلِّيْ بَعْضَ الظّٰلِمِيْنَ بَعْضًاۢ. Imam Ibnu Jauzi dalam Zād al-Masīr merangkum pemahaman mereka menjadi empat, yaitu: Pertama, Kami jadikan sebagian mereka sebagai penolong bagi sebagian yang lain. Kedua, Kami ikutkan sebagian mereka dengan sebagian yang lain di neraka karena amal perbuatan mereka berupa saling loyal, yakni saling mengikuti. Ketiga, Kami kuasakan sebagian mereka atas sebagian yang lain. Keempat, Kami biarkan sebagian mereka kepada sebagian yang lain tanpa memberi pertolongan.

1 2 3 4 5Laman berikutnya

Artikel Terkait

Back to top button