MASAIL FIQHIYAH

Adab Berdemonstrasi Menurut Islam

Sementara itu, penggalan بِمَا كَانُوْا يَكْسِبُوْنَ dipahami sebagai kemaksiatan atau segala bentuk kejahatan yang melanggar norma agama dan masyarakat.

Berdasarkan ayat ini, dalam konteks hubungan antara pemerintah dan rakyatnya, para ulama seperti Imam Al-Qurthubi, Imam Fakhruddin Al-Razi, hingga Syekh Wahbah Al-Zuhayli berpendapat bahwa, apabila rakyat berbuat zalim, maka Allah SWT akan menguasakan atas mereka seorang penguasa yang zalim seperti mereka. Jika mereka ingin terbebas dari penguasa zalim tersebut, maka hendaklah mereka meninggalkan kezaliman. Hal ini merupakan ancaman bagi setiap orang yang berbuat zalim: apabila ia tidak menghentikan kezalimannya, Allah akan menimpakan kepadanya orang zalim yang lain.

Ayat ini mencakup semua bentuk kezaliman, baik seseorang menzalimi dirinya sendiri, menzalimi rakyat, pedagang yang menzalimi orang lain dalam perniagaannya, pencuri, dan lain sebagainya. Dengan demikian, jelaslah bahwa kapan saja rakyat hidup dalam kezaliman, Allah SWT akan menimpakan atas mereka pemimpin yang zalim, dan jalan untuk terbebas darinya hanyalah dengan meninggalkan kezaliman itu sendiri.

Dengan demikian, apabila seseorang merasa diperlakukan secara zalim oleh pemerintah, langkah pertama yang perlu dilakukan adalah melakukan muhāsabah (introspeksi diri). Bisa jadi kezaliman tersebut merupakan cerminan dari perilaku zalim yang juga dilakukan oleh masyarakat, baik berupa kemaksiatan kepada Allah maupun perbuatan yang merugikan dan menyakiti sesama manusia. Tidak menutup kemungkinan pula bahwa di lingkungan masyarakat terdapat banyak praktik kezaliman dan kemaksiatan yang dibiarkan tanpa adanya upaya perbaikan.

Dalam kondisi demikian, tuntutan yang muncul bagi kaum muslimin adalah untuk meningkatkan dakwah, saling menasihati dalam kebaikan, serta berupaya mengajak masyarakat kembali kepada nilai-nilai keadilan dan ketaatan kepada Allah.

Ayat dengan segala penjelasan dari para ulama dapat digunakan untuk menjelaskan hadits Nabi Saw. tentang larangan melakukan pemberontakan kepada pemerintah yang sah.

Dari ‘Auf bin Malik radhiyallahu ‘anhu, Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,

خِيَارُ أَئِمَّتِكُمُ الَّذِينَ تُحِبُّونَهُمْ وَيُحِبُّونَكُمْ وَيُصَلُّونَ عَلَيْكُمْ وَتُصَلُّونَ عَلَيْهِمْ وَشِرَارُ أَئِمَّتِكُمُ الَّذِينَ تُبْغِضُونَهُمْ وَيُبْغِضُونَكُمْ وَتَلْعَنُونَهُمْ وَيَلْعَنُونَكُمْ ». قِيلَ يَا رَسُولَ اللَّهِ أَفَلاَ نُنَابِذُهُمْ بِالسَّيْفِ فَقَالَ « لاَ مَا أَقَامُوا فِيكُمُ الصَّلاَةَ وَإِذَا رَأَيْتُمْ مِنْ وُلاَتِكُمْ شَيْئًا تَكْرَهُونَهُ فَاكْرَهُوا عَمَلَهُ وَلاَ تَنْزِعُوا يَدًا مِنْ طَاعَةٍ

“Sebaik-baik pemimpin kalian adalah yang kalian mencintai mereka dan mereka pun mencintai kalian. kalian mendoakan mereka dan mereka pun mendoakan kalian. Sejelek-jelek pemimpin kalian adalah yang kalian membenci mereka dan mereka pun membenci kalian, juga kalian melaknat mereka dan mereka pun melaknat kalian.” Kemudian ada yang berkata, “Wahai Rasulullah, tidakkah kita memerangi mereka saja dengan pedang?”   Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Tidak, selama mereka masih mendirikan shalat di tengah-tengah kalian. Jika kalian melihat dari pemimpin kalian sesuatu yang kalian benci, maka bencilah amalannya, namun tetap taat pada mereka.” (HR. Muslim)

Ketika masyarakat mengadukan ketidakpuasan mereka kepada sahabat Abdullah bin Masud terhadap kebijakan al-Walīd ibn ʿUqbah, beliau menasihati agar mereka bersabar.

اصبِرُوا فإنَّ جَوْرَ إمامِكم خمسين سنةً خيرٌ من هَرْجِ شهرٍ فإني سمعتُ رسولَ اللهِ ﷺ يقول… فذكر حديثًا والإمارةُ الفاجرةُ خيرٌ من الهَرْجِ.

“Bersabarlah kalian! Sesungguhnya kezhaliman pemimpin kalian selama lima puluh tahun masih lebih baik daripada kekacauan (al-harj) selama satu bulan. Aku mendengar Rasulullah Saw. bersabda … Sesungguhnya kepemimpinan yang fajir (zalim) masih lebih baik daripada terjadinya al-harj.”

Laman sebelumnya 1 2 3 4 5Laman berikutnya

Artikel Terkait

Back to top button