Ahok Rebranding
Dipersiapkan dengan hati-hati dan cermat
Bila kita mengamati berbagai tahapannya, upaya rebranding ini dipersiapkan dengan sangat cermat. Utamanya menjelang hari-hari kebebasannya.
Sejumlah pendukungnya yang biasa disebut sebagai Ahoker menyiapkan sebuah buku biografi. Judulnya “Tjahaja Seorang Basuki” yang ditulis oleh Rudi Thamrin.
Ahok juga membuat sebuah akun di Youtube bernama “Panggil saya BTP.”
Coba perhatikan. Permintaannya untuk tidak lagi dipanggil sebagai Ahok, secara marketing politik pasti punya tujuan yang jelas.
Ahok adalah simbol nama minoritas China. Secara politik sangat tidak menguntungkan. Belum lagi bila dikaitkan dengan kasusnya “Ahok si Penista Agama!”
Setelah keluar dari penjara, Ahok memilih bergabung dengan PDIP. Bukan PSI sebuah partai yang semula disiapkan akan menjadi kendaraan politiknya.
Sebuah pilihan yang cerdas dan rasional. PDIP adalah partai pemenang pemilu. Secara tradisional basis pemilihnya juga lebih luas. Sementara PSI tidak lolos ambang batas parlemen. Perlu kerja keras untuk menjadi kendaraan politik yang bisa diandalkan.
Kerugian lain bila Ahok memilih bergabung dengan PSI, maka asosiasinya dengan kelompok minoritas akan semakin kuat. Sebagai besar pengurus dan aleg PSI adalah etnis China dan non Muslim.
Dalam pemilu lalu materi kampanye PSI juga dianggap menyerang umat Islam. Mulai dari anti Perda Syariah dan anti poligami.
Semua itu akan sangat merugikan Ahok. Membuat stigma lamanya sebagai penista agama, akan semakin kuat.
Tahapan paling berani dari rebranding Ahok adalah penunjukannya sebagai Komisaris Utama PT Pertamina. Jokowi punya andil besar di balik penunjukkan itu.
Pertamina adalah BUMN dengan asset terbesar. Posisinya juga sangat strategis dan menguasai hajat hidup orang banyak.
Meneg BUMN Erick Thohir kepada media menyatakan alasan memilih Ahok karena dia dikenal sebagai figur pendobrak. Pertamina butuh itu.
Sekali lagi perhatikan diksi “pendobrak.” Kata itu sangat sejalan (in line with) dengan branding berhasil mengatasi banjir di Jakarta. Bersama kemacetan, banjir adalah sebuah problem yang tidak pernah berhasil diatasi oleh para gubernur DKI. Dan Ahok paling sukses!
Melalui posisinya sebagai Komut Pertamina, Ahok kembali masuk dalam jalur perbincangan publik dan media. Sebuah tahapan penting dalam marketing politik: awareness dan popularitas berhasil kembali diraihnya.
Dari sisi media, peran dan pemberitaan soal Ahok jauh lebih menonjol dibandingkan Dirut Pertamina Nicke Widyawati. Sampai-sampai Ahok disindir sebagai Komut rasa Dirut.
Urusannya tinggal mendongkrak likeness dan elektabilitas. Lembaga survei punya peran besar pada tahapan ini.
Melihat berbagai tahapan-tahapan itu, kita bisa dengan mudah menduga kemana arah barang ini.
Jadi angan terlalu kaget bila pada tahun 2022 ketika Pilkada DKI ditunda dan ditunjuk seorang Pelaksana Tugas (Plt) Gubernur, maka sangat mungkin Ahok akan ditunjuk oleh Jokowi sebagai Plt Gubernur DKI sampai Pilpres 2024.
Alasannya cukup kuat. Dia adalah figur “pendobrak” dan “paling sukses” mengatasi banjir!
Dari posisi ini tracknya menjadi lebih jelas lagi. Pilpres di depan mata dan Ahok sudah punya modal yang sangat kuat!
Welcome back Ahok…Eh maaf….BTP
Hersubeno Arief
Sumber: Facebook Hersubeno Arief