Al-Qur’an adalah Pedoman Hidup dan Hidangan yang Lezat
Pesan Hasan al Bana kepada kaum Muslimin tentang Al-Qur’an ini perlu kita pahami dengan sungguh-sungguh:
Pertama: Hendaklah kita memiliki keyakinan yang sungguh-sungguh dan kuat bahwa tidak ada yang dapat menyelamatkan kita kecuali sistem sosial yang diambil dan bersumber dari kitab Allah SWT. Sistem sosial apapun yang tidak mengacu atau tidak berlandaskan Al-Qur’anul Karim pasti bakal menuaii kegagalan.
Kedua: Kaum Muslim wajib menjadikan kitab Allah sebagai sahabat karib, kawan bicara dan guru. Kita harus membacanya. Jangan sampai ada hari yang kita lalui, tanpa kita menjalin hubungan dengan Allah melalui Al-Qur’an…Setidaknya, saudaraku, hendaklah kita membaca Al-Qur’an secara rutin, meskipun sedikit. Sunnah mengajarkan kita mengkhatamkannya tidak lebih dari satu bulan dan tidak kurang dari tiga hari. Sayidina Umar bin Abdul Aziz apabila disibukkan urusan kaum Muslimin, ia mengambil mushaf dan membacanya walaupun hanya dua atau tiga ayat. Ia berkata, ”Agar saya tidak termasuk mereka yang menjadikann Al-Qur’an sebagai sesuatu yang ditinggalkan.”
Rasulullah Saw bersabda, ”Barangsiapa membaca satu ayat dari Kitabullah, maka ia memperoleh sepuluh kebaikan untuk setiap huruf. Barangsiapa mendengarkannya, maka ia akan memperoleh cahaya pada Hari Kiamat.”
Ketiga: Ketika membaca Al-Qur’an, kita harus memperhatikan adab-adabnya dan ketika mendengarkan kita juga harus memperhatikan adab-adab mendengarnya. Hendaklah kita berusaha merenungkan dan meresapinya. Rasulullah Saw bersabda, “Sesungguhnya Al-Qur’an ini turun dengan kesedihan, maka jiika kamu membacanya, hendaklah kamu menangis. Jika kamu tidak menangis, maka buatlah seolah-olah dirimu menangis.”
Saudaraku, ini artinya adalah bahwa jika hati Anda belum dapat konsentrasi sampai pada tingkat menghayatinya, hendaklah Anda berusaha menghayatinya. Janganlah syetan memalingkan Anda dari keindahan perenungan sehingga Anda tidak mendapatinya.
Hendaklah kita juga membaca Al-Qur’an dengan bacaan yang membuahkan. Jika Al-Qur’an ini dapat menyentuh hati orang-orang kafir, yang merupakan manusia paling jauh kemungkinannya untuk menghayati kitab Allah, maka bagaimana pula dengan kita?
Lihatlah Utbah bin Rabiah (seorang kafir), ketika mendengar bacaan Al-Qur’an dari Rasulullah Saw, ia berkata, ”Sesungguhnya bacaan ini mengandung kelezatan dan keindahan. Atasnya membuahkan, bawahnya menyejukkan. Sungguh ini bukan perkataan manusia.”
Begitu pula terjadi pada Raja Najasyi dan kaumnya ketika mendengar Ja’far bin Abi Thalib membaca Al-Qur’an. Sekonyong-konyong mata mereka dialiri oleh air mata.
Lalu bagaimana dengan orang-orang yang beriman? Seharusnya ketika orang-orang beriman membaca kitab Allah SWT adalah sebagaimana yang difirmankanNya,
اللَّهُ نَزَّلَ أَحْسَنَ الْحَدِيثِ كِتَابًا مُتَشَابِهًا مَثَانِيَ تَقْشَعِرُّ مِنْهُ جُلُودُ الَّذِينَ يَخْشَوْنَ رَبَّهُمْ ثُمَّ تَلِينُ جُلُودُهُمْ وَقُلُوبُهُمْ إِلَىٰ ذِكْرِ اللَّهِ ۚ ذَٰلِكَ هُدَى اللَّهِ يَهْدِي بِهِ مَنْ يَشَاءُ ۚ وَمَنْ يُضْلِلِ اللَّهُ فَمَا لَهُ مِنْ هَادٍ
“Allah telah menurunkan perkataan yang paling baik (yaitu) Al-Qur’an yang serupa (mutu ayat-ayatnya) lagi berulang-ulang, gemetar karenanya kulit orang-orang yang takut kepada Tuhannya, kemudian menjadi tenang kulit dan hati mereka di waktu mengingat Allah. Itulah petunjuk Allah, dengan kitab itu Dia menunjuki siapa yang dikehendaki-Nya. Dan barangsiapa yang disesatkan Allah, niscaya tak ada baginya seorang pemimpinpun.” (QS. az Zumar 23)