NUIM HIDAYAT

Al-Qur’an Pedoman Individu, Keluarga dan Negara

Alhamdulillah ada Al-Qur’an. Dengan adanya Al-Qur’an (dan as Sunnah sebagai penjelas) kita bisa mengatur keluarga. Anak-anak hormat pada orang tua. Ibu Bapak bekerjasama mendidik anak dan mengatur rumah tangga. Karena kasih sayang orangtua sejak kecil hingga dewasa, maka anak-anak merasakan kasih sayang itu. Sehingga mereka tidak menempatkan orangtuanya ke panti jompo, setelah tua dan bisa mandiri lagi. Anak-anak sabar merawat orang tuanya, sebagaimana dulu orang tua sabar merawat anak.

Suami dan istri pun saling memahami. Istri yang paham Al-Qur’an akan mempersilakan suaminya untuk menikah lagi, apabila memang berkeinginan. Istri tahu kelebihan dan kelemahannya. Suamipun demikian. Ia akan menikah lagi bila ia yakin dirinya mampu untuk bertindak adil dan bisa mendidik istri dan anak-anaknya.

Seperti keluarga, masyarakat pun diatur Al-Qur’an dengan sebaik-baiknya. Tidak ada budaya sombong sebagaimana budaya masyarakat tanpa aturan Al-Qur’an (budaya Iblis). Masyarakat akan memilih pemimpin yang terbaik diantara mereka lewat musyawarah kaum cendekia. Pemimpin yang mampu bertindak adil. Pemimpin yang mendahulukan kepentingan masyarakat daripada kepentingan keluarga, bahkan kepentingan dirinya. Pemimpin yang berani zuhud terhadap dunia (tidak bermewah-mewah). Pemimpin yang shalih, cerdas dan kreatif yang mereka pilih.

Bila ada peperangan, pemimpin tidak hanya duduk di belakang meja. Ia harus terjun langsung menyelesaikan masalah itu. Itulah yang dilakukan Rasulullah saw, seorang pemimpin yang menjadi teladan bagi umat Islam sedunia.

Masyarakat lain tidak dipandang sebagai musuh atau serigala. Mereka dianggap teman atau sahabat yang diajak Kerjasama untuk kebaikan (dan takwa). Al-Qur’an menyatakan,”

يَا أَيُّهَا النَّاسُ اتَّقُوا رَبَّكُمُ الَّذِي خَلَقَكُمْ مِنْ نَفْسٍ وَاحِدَةٍ وَخَلَقَ مِنْهَا زَوْجَهَا وَبَثَّ مِنْهُمَا رِجَالًا كَثِيرًا وَنِسَاءً ۚ وَاتَّقُوا اللَّهَ الَّذِي تَسَاءَلُونَ بِهِ وَالْأَرْحَامَ ۚ إِنَّ اللَّهَ كَانَ عَلَيْكُمْ رَقِيبًا

Hai sekalian manusia, bertakwalah kepada Tuhan-mu yang telah menciptakan kamu dari seorang diri, dan dari padanya Allah menciptakan isterinya; dan dari pada keduanya Allah memperkembang biakkan laki-laki dan perempuan yang banyak. Dan bertakwalah kepada Allah yang dengan (mempergunakan) nama-Nya kamu saling meminta satu sama lain, dan (peliharalah) hubungan silaturrahim. Sesungguhnya Allah selalu menjaga dan mengawasi kamu. (QS. an Nisa’ 1)

يَا أَيُّهَا النَّاسُ إِنَّا خَلَقْنَاكُمْ مِنْ ذَكَرٍ وَأُنْثَىٰ وَجَعَلْنَاكُمْ شُعُوبًا وَقَبَائِلَ لِتَعَارَفُوا ۚ إِنَّ أَكْرَمَكُمْ عِنْدَ اللَّهِ أَتْقَاكُمْ ۚ إِنَّ اللَّهَ عَلِيمٌ خَبِيرٌ

Hai manusia, sesungguhnya Kami menciptakan kamu dari seorang laki-laki dan seorang perempuan dan menjadikan kamu berbangsa-bangsa dan bersuku-suku supaya kamu saling kenal-mengenal. Sesungguhnya orang yang paling mulia diantara kamu disisi Allah ialah orang yang paling takwa diantara kamu. Sesungguhnya Allah Maha Mengetahui lagi Maha Mengenal. (QS. Al Hujurat 13)

Jadi tidak ada dalam konsep Islam manusia adalah serigala bagi manusia lain. Di surat al Hujurat ayat 13 itu jelas Allah menyatakan bahwa diciptakannya berbagai bangsa dan suku itu adalah untuk saling mengenal. Dari mengenal maka dapat memahami. Dari memahami maka bisa Kerjasama. Dalam masalah kerjasama, Al-Qur’an memberikan batasan yang menarik,

وَتَعَاوَنُوا عَلَى الْبِرِّ وَالتَّقْوَىٰ ۖ وَلَا تَعَاوَنُوا عَلَى الْإِثْمِ وَالْعُدْوَانِ

Dan tolong menolong dalam kebaikan dan takwa. Dan bukan tolong menolong dalam dosa dan permusuhan. (QS. Al Maidah 2)

Laman sebelumnya 1 2 3Laman berikutnya

Artikel Terkait

BACA JUGA
Close
Back to top button