Al-Qur’an: Rahmat Alam Semesta
Maka tampillah pahlawan-pahlawan umat Islam melawan para penjajah Nashrani itu. Mulai dari Pattimura, Teuku Umar, Tjut Nyak Dien hingga Pangeran Diponegoro.
Bila Soekarno banyak dipengaruhi Rusia dan China, maka Soeharto puluhan tahun pemerintahannya dikendalikan kaum Nasrani. CSIS, Centre for Strategic and International Studies. CSIS lewat jaringannya di Amerika mengendalikan pemerintahan Soeharto dalam sektor politik, pendidikan, budaya, ekonomi dan lain-lain. Para perwira dididik di Amerika Serikat dan pulang ke Indonesia membawa ideologi pluralisme agama (semua agama sama) dan menjadikan kaum Muslim Fundamentalis menjadi musuh. Maka jangan heran saat itu kaum Muslim di Aceh dibunuhi, kaum Muslim di Tanjung Priok dibunuhi, kaum Muslim di Lampung dihabisi dan lain-lain.
Amerika yang Kristen mendidik perwira-perwira Muslim agar memusuhi umat Islam yang mengancam negara. Ideologi DI/TII terus dihidupkan agar ada alasan untuk membunuh atau memenjarakan tokoh-tokoh Islam yang fundamentalis. (Soekarno dkk juga dosa besar karena membunuhi kaum Muslim di Jawa Barat yang dituduh DI/TII. Aspirasi Masyumi agar orang-orang DI/TII diajak berunding, bukan diperangi, tidak didengarkan Soekarno dkk).
Amerika dan CSIS licik. Mereka adalah Kristen Fundamentalis. Tapi kaum Muslim tidak boleh menjadi fundamentalis. Artinya kaum Muslim –terutama para perwira militer dan pemimpin Muslim Indonesia- herus menjadi moderat. Untuk apa mereka diharuskan menjadi moderat? Untuk diadu domba dengan Muslim Fundamentalis. Inilah yang terus terjadi dalam sejarah Indonesia hingga kini. (Alhamdulillah Soeharto di sepuluh tahun pemerintahannya kemudian sadar, dan kemudian berbalik memihak umat Islam. CSIS marah dan dengan Amerika mereka merancang penjatuhan Soeharto, hingga 1998 akhirnya Soeharto jatuh).
Jokowi adalah boneka. Mantan pengusaha mebel, tidak mengerti pertarungan ideologi, politik dan militer dll. Dibalik Jokowi adalah tokoh-tokoh Nashrani. Luhut Pandjaitan, Andi Wijayanto, PDIP dan lain-lain. Maka jangan heran mereka membidik organisasi Islam yang solid dan berpengaruh besar di Indonesia, untuk dibubarkan, yaitu Hizbut Tahrir Indonesia dan Front Pembela Islam.
Mereka terus memuji NU dan Muhammadiyah (plus MUI) adalah organisasi moderat. Maknanya kalau pemerintah membubarkan HTI dan FPI wajar. Mereka organisasi radikal, fundamentalis harus dibubarkan. Maka bernyanyilah kyai, dai-dai, ustadz dan bangga mereka mereka menjadi moderat. Menjadi moderat maknanya mendapat kucuran dana besar dari pemerintah. Dan rela menghantam saudaranya sendiri yang Muslim.
Hanya sedikit tokoh-tokoh yang sadar politik busuk pemerintah Jokowi ini. Seperti Prof Amien Rais dan Prof Din Syamsuddin.
Saatnya Revolusi dengan Al-Qur’an
Dalam kondisi pemerintah yang dikendalikan kaum non Muslim ini, maka 2024 kaum Muslim harus berani mengadakan revolusi untuk Indonesia. Presiden mendatang jangan ragu menjadikan Al-Qur’an sebagai panduan untuk mengubah Indonesia.
Rakyat Indonesia hampir 90 persen Muslim, wajar menggunakan Al-Qur’an untuk mengubah bangsa ini. Selama bangsa ini tidak menjadikan Al-Qur’an sebagai pemecah problematika bangsa, maka jangan harap bangsa ini akan menjadi bangsa besar.
Bila bangsa ini terus sekuler, maka selamanya akan menjadi bangsa pengekor. Selamanya akan dikendalikan kaum non Muslim. Selamanya akan menjadi pembebek Cina atau Amerika.
Pemimpin Muslim di tanah air harus berani menjadi pelopor untuk menjadikan Al-Qur’an sebagai dasar kehidupan bernegara. Kita harus berani menjadi pelopor di dunia Islam.
Allah anugerahkan kita sebagai negara yang mayoritas penduduknya Muslim di dunia, maknanya kita harus ambil inisiatif untuk menjadi pemimpin di dunia Islam. Menjadi pemimpin di dunia Islam, hanya bisa bila Al-Qur’an kitab suci yang dijadikan panduan bersama. Bukan yang lain.