Alat Politik Robot ‘Remote Control’ RG
Bagaimana bisa terjadi dengan alasan investasi Asuransi Jiwasraya, Bumiputra dan Asabri dijadikan alat politik remote control penyelewengan dan korupsi oleh para direksinya? Sehingga, ketiga perusahaan mengalami kebangkrutan karena dirampok dan dibawa kabur oleh “seseorang bermata sipit” China keluar negeri?
Juga seorang Rafael Alun yang hanya seorang ASN di level eselon tiga di kementerian keuangan bisa menjadi pemegang alat politik robot remote control korupsi akumulasi bertahun-tahun.
Sehingga, negara dirampok hingga jumlah 349 T tanpa konsistensi konsekuen untuk melanjutkan penelisikan, penyelidikan dan penyidikannya oleh instansi berkepentingan, seperti: KPK, DPR dan Polri? Yang diduga boleh jadi ada piramida korupsi lebih besar lagi yang menyelimuti di kementerian keuangan sebagai “sumber-sumber keuangan” negara dikuliti dengan cara dikorupsi para elit menteri, direksi dan elit-elit politik di Istana, parlemen bahkan lembaga termulia penegakkan hukum ini?
Sementara, Polri hanya bisa terpuruk tengah mengobati luka menganga dan besar keborokannya akibat kebobrokannya sendiri.
Tim khusus Satgassus Merah Putih diketuai oleh Kepala Devisi Propam yang bertanggung jawab kepada Kapolri kemudian di bawah perlindungan langsung Presiden sendiri justru menjadi pemegang alat politik robot remote control sarana penyelewengan dan korupsi dari para bandar narkoba, judi, prostitusi, traffiking, money laundring, penggelapan pajak, kejahatan penyelundupan, dsb-dsbnya. Yang justru seharusnya dimusnahkan dan diberantasnya.
Belum lagi masalah idiologi dan agama. Idiologi yang dilarang justru dipelihara. Lainnya, hal agama seperti disengaja dilakukan persekusi dan stigmatisasi agama Islam yang justru secara sosial mayoritas di negeri ini dengan cara propaganda licik dan jahat Islamophobia dan mendiafragma serta mem-paradigma trauma ketakutan politik identitas sebagai memperlakukan tindakan intoleran, radikal dan terorisme.
Bahkan, dalam eskalasi yang lebih meluas melakukan pembiaran terjadinya polarisasi, keretakan dan perpecahan sosial. Bentuknya, Pemerintah terus-menerus memperlakukan kaum dan kelompok Islam dan oposisi dengan ketertindasan dan ketidakadilan. Apakah ini boleh juga disebut sebagai upaya penyumbatan pemotongan urat-urat nadi demokrasi?
Dan percumalah sajalah dengan kemarahan Kepala KSP, —meski pendapat Jokowi sendiri soal hinaan itu dianggap kecil—, tetapi sesungguh Jokowi tahu dan kesal dan membiarkan komponen pendukung relawan dan partai melawan dan mengancamnya untuk disengaja membuat kegaduhan yang lebih besar. Yang siapa tahu para relawan itu hanyalah para relawan premanisme bayaran. Sambil tentu saja tuduhan kegaduhannya itu dilontarkan penyebabnya adalah RG.
Seorang intelektualis RG melalui konperensi pers telah meminta maaf atas telah menyebabkan kegaduhannya kepada publik, tetapi tetap dan terus akan melanjutkan perjuangannya akan melawan terhadap tirani demokrasi itu.
Jadi, pertanyaan akhirnya siapa justru yang mengendalikan sebagai alat politik robot remote control itu? Sesungguhnya adalah negara sendiri ketika roda-roda keriyaan pemerintahan yang dipimpin Presiden Jokowi justru sedang tak terkendali, salah arah dan haluan yang boleh jadi bakal semakin menyengsarakan rakyat ke jurang penjajahan kolonialisme baru yang tak serupa tetapi sama persis dengan sejarah kolonial lama?
Dan jangan disalahkan RG ketika perjuangannya sendirian setelah sekian lama kemudian mendapat simpati dan sambutan hangat sangat meluas rakyat yang sudah mulai cerdas dan melek politik? Kemudian berhimpun menjelma menjadi kekuatan semangat pemulihan kedaulatan rakyat yang boleh jadi takkan diduga akan memakzulkannya? Wallahua’lam Bishawab. []
Mustikasari-Bekasi, 5 Agustus 2023
Dairy Sudarman, Pemerhati politik dan kebangsaan.