RESONANSI

Alumni ITB Hitam Mampus, Alumni Putih Tetap Berjuang

Pada aksi penolakan kedatangan Mitterrand, Presiden Prancis, 1986, saya melihat Ridwan memegang poster menentang kebijakan devaluasi rupiah, sedangkan Hetifah Syaifuddin, rekan Ridwan, yang saat ini menjadi Wakil Ketua Umum Golkar, menyerang Polisi Militer bersepeda motor, untuk memulai kerusuhan massa.

Nilai-nilai perjuangan yang diperoleh Ridwan dan Yusrizky telah berubah menjadi nilai-nilai kejahatan, yang membuat alumni ITB malu. Dan selama ini belum ada alumni ITB berlatarbelakang aktivis ditangkap karena kasus korupsi. Jikapun ada, mereka bukan pengurus sentral alumni ITB. Ridwan dan Yusrizky adalah contoh awal rusaknya alumni ITB eks aktivis.

Alumni Putih Tetap Berjuang

Alumni ITB eks aktivis tentu ada yang hitam dan ada yang putih. Yang hitam pro korupsi, khususnya terjadi hanya di era Jokowi ini. Sedangkan alumni putih konsisten berjuang.

Rizal Ramli (aktivis 77/78), Jumhur Hidayat (80-an), saya (80-an), Radhar Tri Baskoro (80-an) dan Hanief Adrian (2000-an) merupakan contoh sebagian alumni putih yang mengisi ruang publik.

Ada juga yang terlalu senior, Andi Syahrandi dan Suko Sudarso, namun mereka generasi sangat tua.

Sejak masa mahasiswa sampai berkali-kali menjadi menteri, Rizal Ramli misalnya, selalu mengutuk korupsi dan menghindari penyalahgunaan kekuasaan. Dalam skala lebih kecil, saya sebagai Komisaris Pelabuhan Indonesia 2, di masa lalu, juga mengutuk korupsi dan KKN.

Jumhur sendiri, baik sebagai anak mantu Menteri Perhubungan era Gus Dur maupun ketika menjadi pejabat negara tidak mentolerir korupsi. Perjuangan yang didengungkan di kampus, terus menerus digelorakan sampai saat ini.

Tentu saja perjuangan menegakkan yang hak dan melawan yang batil mengalami godaan dan siksaan. Godaan tentu saja sering terjadi, seperti hasrat bertransaksi dengan kawan-kawan yang sedang berkuasa. Menghindari godaan atau hasrat itu mengandung risiko, hidup sederhana. Parahnya adalah risiko perjuangan di penjara.

Rezim Joko Widodo seperti juga era Suharto adalah razim totaliter dan anti demokrasi. Saya dan Jumhur yang di penjara bersama di Penjara Kebon Waru akhir tahun 80-an, harus mengalami penjara lagi di era Jokowi. Hanya karena mengkriti Omnibus Law Ciptaker. Rizal Ramli juga mengalami teror dari adanya aparatus yang datang ke rumahnya, memata-matai. Belum lagi teror via medsos.

Namun, perjuangan alumni ITB Putih tetap berlangsung. Rizal selalu memberikan kritik dan solusi atas bobroknya ekonomi nasional. Jumhur menggerakkan buruh untuk jadi tuan rumah di negeri sendiri. Saya, Radhar dan Hanief menghiasi ruang publik dengan pikiran-pikiran kritis.

Dengan demikian, alumni ITB Putih telah ikut mempertahankan keharuman nama alumni ITB dimata rakyat Indonesia.

Laman sebelumnya 1 2 3Laman berikutnya

Artikel Terkait

Back to top button