MASAIL FIQHIYAH

Amar Ma’ruf Nahi Munkar di Era Modern: Menimbang Hukum Demonstrasi dalam Islam

Demonstrasi telah menjadi bagian tak terpisahkan dari lanskap sosial dan politik Indonesia, sering kali menjadi cara bagi masyarakat untuk menyuarakan aspirasi dan ketidakpuasan mereka.

Pertanyaan mengenai keabsahan dan batasan demonstrasi tidak hanya muncul dalam konteks hukum negara, tetapi juga dalam tinjauan ajaran Islam.

Pertanyaan seorang teman santri di pesantren di mana penulis mengajar, “Kang, apa hukumnya demonstrasi dalam Islam?”, mencerminkan keresahan ini dan menjadi titik tolak bagi esai ini.

Dasar Hukum Islam: Demonstrasi Satu Bentuk Amar Ma’ruf Nahi

Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI), demonstrasi atau unjuk rasa diartikan sebagai pernyataan protes yang dilakukan secara massal, baik ditujukan kepada individu, kelompok, maupun pemerintah.

Meski demikian, demonstrasi tidak selalu harus bersifat masif atau melibatkan kerumunan besar. Kegiatan ini dapat pula dilakukan secara individual maupun dalam kelompok kecil, selama tetap dimaksudkan untuk menyampaikan pendapat atau protes di ruang publik.

Dalam konteks hukum Indonesia, kegiatan demonstrasi termasuk dalam bagian dari kebebasan berpendapat. Hal ini ditegaskan dalam Pasal 1 ayat (1) Undang-Undang Nomor 9 Tahun 1998 tentang Kemerdekaan Menyampaikan Pendapat di Muka Umum, yang menyatakan:

“Kemerdekaan menyampaikan pendapat adalah hak setiap warga negara untuk menyampaikan pikiran dengan lisan, tulisan, dan sebagainya secara bebas dan bertanggung jawab sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku.”

Rumusan tersebut menegaskan bahwa kebebasan berpendapat merupakan hak konstitusional warga negara, namun tetap harus dijalankan dengan penuh tanggung jawab serta sesuai dengan koridor hukum yang berlaku.

Sementara itu, dalam perspektif Islam, demonstrasi dikenal dengan istilah muzhāharah. Menurut Syaikh Ali Jum‘ah, istilah ini bermakna menampakkan satu atau beberapa tuntutan yang biasanya ditujukan kepada pihak pemerintah. Tuntutan tersebut tidak dipandang sebagai aspirasi individu semata, melainkan sebagai aspirasi kolektif yang mewakili kepentingan bersama.

Akar kata muzhāharah adalah zhā-ha-ra. Menurut Ibnu Faris dalam Maqāyīs al-Lughah bermakna dasar kekuatan dan tampak/menonjol. Dari akar kata itu, lahir kata al-muzhāharah (bantuan), al-tazhāhur (tolong-menolong), dan istaẓhara bihi (meminta pertolongan darinya) (Muḥammad al-Ḥanafī al-Rāzī (w. 666 H), Mukhtār al-Ṣiḥāḥ, al-Maktabah al-‘Aṣriyyah).

Berdasarkan analisis bahas tersebut dapat dikatakan bahwa demonstrasi adalah salah satu bentuk tolong-menolong. Islam memerintahkan tolong-menolong dalam kebaikan berdasarkan firman Allah dalam surah Al-Mā’idah [5] ayat 2:

وَتَعَاوَنُواْ عَلَى ٱلۡبِرِّ وَٱلتَّقۡوَىٰۖ وَلَا تَعَاوَنُواْ عَلَى ٱلۡإِثۡمِ وَٱلۡعُدۡوَٰنِۚ وَٱتَّقُواْ ٱللَّهَۖ إِنَّ ٱللَّهَ شَدِيدُ ٱلۡعِقَابِ

Tolong-menolonglah kamu dalam (mengerjakan) kebajikan dan takwa, dan jangan tolong-menolong dalam berbuat dosa dan permusuhan. Bertakwalah kepada Allah, sesungguhnya Allah sangat berat siksaan-Nya.

1 2 3 4 5Laman berikutnya

Artikel Terkait

Back to top button