Amar Ma’ruf Nahi Munkar di Era Modern: Menimbang Hukum Demonstrasi dalam Islam

Pandangan Ulama terkait Hukum Demonstrasi
Ayat-ayat Al-Qur’an dan hadis Nabi Saw. yang telah disebutkan sebelumnya merupakan hasil ijtihad para ulama dalam menetapkan landasan hukum demonstrasi. Perlu dipahami bahwa konsep demonstrasi dalam bentuk aksi unjuk rasa, yaitu turun ke jalan secara beramai-ramai untuk menyampaikan aspirasi, tidak dijelaskan secara eksplisit dalam Al-Qur’an maupun hadis. Demikian pula, pada masa para imam mazhab klasik belum ditemukan pembahasan khusus mengenai demonstrasi, sebab fenomena tersebut belum dikenal pada masa itu.
Oleh karena itu, ulama kontemporer yang hidup dalam era modern berijtihad untuk menentukan hukum demonstrasi dalam perspektif Islam. Wajar apabila di antara mereka terdapat perbedaan pendapat, karena ijtihad sangat dipengaruhi oleh konteks sosial, politik, dan budaya yang melingkupinya.
Perbedaan pendapat semacam ini merupakan sunnatullah yang pasti terjadi di tengah kehidupan manusia. Maka sikap yang tepat adalah menerima perbedaan tersebut dengan lapang dada, selama tidak bertentangan dengan nash yang qath‘i maupun ijma‘ ulama.
Secara umum, hukum demonstrasi dalam pandangan ulama kontemporer terbagi ke dalam tiga arus besar. Pertama, kelompok ulama yang menolak demonstrasi secara prinsipil. Menurut kelompok ini, demonstrasi bukanlah metode yang sesuai dengan manhaj Nabi Saw. dalam amar ma‘ruf nahi munkar. Nabi Saw menekankan nasihat kepada penguasa dilakukan secara langsung dan personal, bukan di depan khalayak ramai.
Selain itu, praktik demonstrasi dinilai sering disertai hal-hal yang bertentangan dengan syariat, seperti pencemaran nama baik, ikhtilāṭ (bercampurnya) antara laki-laki dan perempuan yang bukan mahram, serta tasyabbuh (menyerupai) dengan peradaban Barat. Dalil yang digunakan oleh kelompok ini adalah:
Hadits yang diriwayatkan dari Tamīm al-Dārī. Rasulullah Saw, bersabda:
الدِّينُ النَّصِيحَةُ. قُلْنا: لِمَنْ؟ قالَ: لِلَّهِ ولِكِتابِهِ ولِرَسولِهِ ولأَئِمَّةِ المُسْلِمِينَ وعامَّتِهِمْ.
“Agama adalah nasihat” Kami bertanya, “Untuk siapa?” Beliau menjawab, “Untuk Allah, kitab-Nya, Rasul-Nya, para pemimpin kaum muslimin serta orang-orang awamnya.” (HR. Muslim).
Hadits yang diriwayatkan dari ‘Iyāḍ bin Ghanm. Rasulullah Saw bersabda:
مَن كانت عندَهُ نصيحةٌ لِذي سُلطانٍ فليأخذْ بيدِهِ فلْيخلُ بهِ فإن قبلَها قبلَها وإن ردَّها كانَ قد أدّى الَّذي عليهِ
“Barangsiapa yang hendak menasihati pemerintah dengan suatu perkara maka janganlah ia tampakkan di khalayak ramai. Akan tetapi hendaklah ia mengambil tangan penguasa (raja) dengan empat mata. Jika ia menerima maka itu (yang diinginkan) dan kalau tidak, maka sungguh ia telah menyampaikan nasihat kepadanya” (HR. Bukhari).
Hadits yang diriwayatkan dari Sa‘īd bin Zayd. Rasulullah Saw bersabda:
إنَّ مِن أربى الربا الاستطالةَ في عِرضِ المسلِمِ بغيرِ حَقٍّ
“Sesungguhnya riba yang paling mengerikan adalah mencemarkan kehormatan seorang muslim tanpa alasan” (HR. Abu Dawud dan Ahmad).
Hadits yang diriwayatkan dari ‘Uqbah bin ‘Āmir. Rasulullah Saw bersabda:
إيّاكُمْ والدُّخُولَ على النِّساءِ، فقالَ رَجُلٌ مِنَ الأنْصارِ: يا رَسولَ اللَّهِ، أفَرَأَيْتَ الحَمْوَ؟ قالَ: الحَمْوُ المَوْتُ.
“Hati-hatilah kalian dari masuk (berdua-duaan) dengan para wanita (yang bukan mahram).” Lalu seorang laki-laki dari kalangan Anshar bertanya: “Wahai Rasulullah, bagaimana dengan al-hamwu (kerabat suami)?” Beliau menjawab: “Al-hamwu itu adalah maut.” (HR. Bukhari).