MASAIL FIQHIYAH

Amar Ma’ruf Nahi Munkar di Era Modern: Menimbang Hukum Demonstrasi dalam Islam

Hadits Rasulullah yang diriwayatkan Abu Sa’id al-Khudri:

لَا ضَرَرَ وَلَا ضِرَارَ

“Tidak boleh (melakukan perbuatan yang) merugikan (diri sendiri) atau orang lain.” (HR. Ibnu Majah).

Hadits Rasulullah yang diriwayatkan Jabir bin ‘Abdullah:

كانَ النَّبيُّ صلّى اللَّهُ عليهِ وسلَّمَ يعرِضُ نفسَه بالموقِفِ فقالَ: ألا رجُلٌ يحمِلُني إلى قومِه، فإنَّ قريشًا قَد منَعوني أن أبلِّغَ كلامَ ربِّي

“Adalah Nabi terkadang menawarkan dirinya di musim haji, lalu berkata: Apakah ada orang yang sudi membawaku menemui kaumnya? Karena sungguh kaum Quraisy telah melarangku untuk menyampaikan Firman Tuhanku.” (HR. Al-Tirmidzi).

Kaidah Fikih:

الوسائل لها أحكام المقاصد

“Hukum-hukum sarana sama dengan hukum-hukum tujuannya.”

Kaidah Fikih:

الأصل في الأشياء الإباحة حتى يدل الدليل على التحريم

“Hukum asal segala sesuatu adalah dibolehkan hingga ada dalil yang mengharamkannya.”

Kesimpulan

Sampai di sini, dapat disimpulkan bahwa demonstrasi dalam perspektif Islam merupakan isu yang kompleks karena tidak ditemukan secara eksplisit dalam Al-Qur’an maupun hadis. Namun, prinsip-prinsip dasar seperti amar ma‘ruf nahi munkar, kebebasan berpendapat, serta kewajiban menegakkan kebenaran di hadapan penguasa zalim menjadi landasan normatif yang dapat dijadikan pijakan.

Dari sisi hukum Islam, para ulama kontemporer berbeda pendapat. Sebagian menolak demonstrasi karena dinilai tidak sesuai dengan metode dakwah Nabi, berpotensi menimbulkan kerusakan, serta membuka peluang pada praktik-praktik yang bertentangan dengan syariat.

Sementara itu, sebagian ulama membolehkannya dengan syarat ketat, yakni tujuan yang benar, cara yang damai, serta tidak disertai pelanggaran syariat. Bahkan ada yang menilai demonstrasi dapat menjadi sarana amar ma‘ruf nahi munkar dalam konteks modern, tergantung pada tujuan dan kondisi pelaksanaannya.

Dengan demikian, demonstrasi dalam Islam tidak dapat dinilai secara tunggal, melainkan harus dilihat dari niat, tujuan, cara, dan dampaknya. Apabila dilakukan untuk menegakkan keadilan, menolak kezaliman, serta menjaga kepentingan umat dengan tetap dalam koridor syariat, maka demonstrasi dapat dibenarkan. Sebaliknya, jika mengandung unsur kekerasan, kerusakan, atau melanggar nilai-nilai agama, maka ia menjadi terlarang.

Kesimpulan ini mengajarkan bahwa umat Islam perlu bersikap arif dan proporsional dalam menyikapi demonstrasi, menimbang maslahat dan mudaratnya, serta memastikan bahwa setiap bentuk partisipasi sosial tetap sejalan dengan ajaran Islam dan hukum yang berlaku. Demikian, Wallāhu a’lam.

Zuhaili Zulfa, Mahasiswa Pendidikan Agama Islam UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta.

Laman sebelumnya 1 2 3 4 5

Artikel Terkait

Back to top button