Amien Rais dan Indonesia (3)
Di sisi lain, manusia juga tidak boleh merasa lebih tinggi dari manusia lain (sombong, penyakit Iblis). Manusia seperti ini Al-Qu’ran mengibaratkan seperti Firaun, manusia yang mengaku sebagai Tuhan. Di dunia ini ada Firaun kecil dan Firaun besar. Orang atau bangsa yang merasa dirinya paling hebat (terjangkit penyakit Firaunisme), maka ia dapat merusak manusia atau bangsa lain. Dengan sangat indah Al-Qur’an menjelaskan, ”Tidak mungkin bagi seseorang yang telah diberi kitab oleh Allah, serta hikmah dan kenabian, kemudian dia berkata kepada manusia, “Jadilah kamu penyembahku, bukan penyembah Allah,” tetapi (dia berkata), “Jadilah kamu pengabdi-pengabdi Allah, karena kamu mengajarkan kitab dan karena kamu mempelajarinya!” (Ali Imran 79)
Al-Qur’an mendorong manusia untuk selalu mencari kebenaran dan menganjurkan manusia agar senantiasa menanyakan kebenaran yang sudah diterima dari nenek moyangnya.
“Dan apabila dikatakan kepada mereka, “Ikutilah apa yang telah diturunkan Allah.” Mereka menjawab, “(Tidak!) Kami mengikuti apa yang kami dapati pada nenek moyang kami (melakukannya).” Padahal, nenek moyang mereka itu tidak mengetahui apa pun, dan tidak mendapat petunjuk.” (Al Baqarah 170).
Selain itu Al-Qur’an mendorong manusia agar terbuka terhadap koreksi terhadap keyakinan yang keliru.
“Bahkan mereka berkata: “Sesungguhnya kami mendapati bapak-bapak kami menganut suatu agama, dan sesungguhnya kami orang-orang yang mendapat petunjuk dengan (mengikuti) jejak mereka. Dan demikianlah, Kami tidak mengutus sebelum kamu seorang pemberi peringatanpun dalam suatu negeri, melainkan orang-orang yang hidup mewah di negeri itu berkata: “Sesungguhnya kami mendapati bapak-bapak kami menganut suatu agama dan sesungguhnya kami adalah pengikut jejak-jejak mereka. (Rasul itu) berkata, “Apakah (kamu akan mengikutinya juga) sekalipun aku membawa untukmu (agama) yang lebih baik daripada apa yang kamu peroleh dari (agama) yang dianut nenek moyangmu.” Mereka menjawab, “Sesungguhnya kami mengingkari (agama) yang kamu diperintahkan untuk menyampaikannya. Lalu Kami binasakan mereka, maka perhatikanlah bagaimana kesudahan orang-orang yang mendustakan (kebenaran). Dan (ingatlah) ketika Ibrahim berkata kepada ayahnya dan kaumnya, “Sesungguhnya aku berlepas diri dari apa yang kamu sembah,” (QS az Zukhruf 22-26)
Al Quran juga mendorong manusia senantiasa menguji apa yang sudah dianggap sebagai suatu kebenaran. Allah SWT berfirman, ”Dan apabila mereka melakukan perbuatan keji, mereka berkata, “Kami mendapati nenek moyang kami melakukan yang demikian, dan Allah menyuruh kami mengerjakannya.” Katakanlah, “Sesungguhnya Allah tidak pernah menyuruh berbuat keji. Mengapa kamu membicarakan tentang Allah apa yang tidak kamu ketahui?” Katakanlah, “Tuhanku menyuruhku berlaku adil. Hadapkanlah wajahmu (kepada Allah) pada setiap salat, dan sembahlah Dia dengan mengikhlaskan ibadah semata-mata hanya kepada-Nya. Kamu akan dikembalikan kepada-Nya sebagaimana kamu diciptakan semula.” (al A’raf 28-29)
Dengan prinsip tauhid itu, maka seorang Muslim akan terbentuk jiwanya dalam mengarungi kehidupan ini. Dalam kehidupan di masyarakat atau kenegaraan, maka ia akan menjadi orang yang berani. Berani mengritik pemimpi-pemimpin negerinya yang menyeleweng.
Al-Qur’an mengingatkan bahwa orang-orang yang tidak bersikap kritis terhadap pemimpin mereka, akan kecewa di Hari Akhir dan mengeluh,”Pada hari (ketika) wajah mereka dibolak-balikkan dalam neraka, mereka berkata, “Wahai, kiranya dahulu kami taat kepada Allah dan taat (pula) kepada Rasul. Katakanlah, “Tuhanku menyuruhku berlaku adil. Hadapkanlah wajahmu (kepada Allah) pada setiap salat, dan sembahlah Dia dengan mengikhlaskan ibadah semata-mata hanya kepada-Nya. Kamu akan dikembalikan kepada-Nya sebagaimana kamu diciptakan semula. Ya Tuhan kami, timpakanlah kepada mereka azab dua kali lipat dan laknatlah mereka dengan laknat yang besar. Wahai orang-orang yang beriman! Janganlah kamu seperti orang-orang yang menyakiti Musa, maka Allah membersihkannya dari tuduhan-tuduhan yang mereka lontarkan. Dan dia seorang yang mempunyai kedudukan terhormat di sisi Allah. Wahai orang-orang yang beriman! Bertakwalah kamu kepada Allah dan ucapkanlah perkataan yang benar, niscaya Allah akan memperbaiki amal-amalmu dan mengampuni dosa-dosamu. Dan barangsiapa menaati Allah dan Rasul-Nya, maka sungguh, dia menang dengan kemenangan yang agung (bahagia di atas bahagia).” (QS al Ahzab 66-71)
Sementara itu kita melihat sebagian masyarakat penganut Islam masih belum memahami arti tauhid. Sehingga mereka sesungguhnya masih belum merdeka dan belum menyadari status manusiawinya. Di sinilah sebenarnya letak kemandekan kebanyakan masyarakat Muslim dewasa ini. Kita bisa mengatakan bahwa keterbelakangan ekonomi, stagnasi intelektual, degenerasi sosial dan pelbagai macam kejumudan lainnya terjadi karena kemerosotan tauhid. Termasuk yang terjadi di negara kita.
Maka saatnyalah kita berubah. Perubahan individu yang mempunyai tauhid yang benar, akan merembes kepada keluarga, masyarakat, negara dan dunia.
Allah SWT berfirman, ”Sesungguhnya Allah tidak akan mengubah suatu kaum, sebelum kaum itu mengubah dirinya sendiri.” (ar Ra’d 11). Wallahu azizun hakim.
Nuim Hidayat, Penulis Agar Batu Menjadi Rumah yang Indah