AMIN Teken Program ‘Contract Farming’, Guru Besar IPB: Sangat Baik
Jakarta (SI Online) – Guru Besar Departemen Ilmu dan Teknologi Pangan Institut Pertanian Bogor (IPB) Purwiyatno Hariyadi menilai positif program contract farming (kontrak pertanian) yang digagas pasangan Anies Baswedan-Muhaimin Iskandar (AMIN).
Purwiyanto mengatakan, jika program tersebut dijalankan secara konsisten dan memberikan kepastian harga terhadap hasil pertanian, maka para petani akan mendapat keuntungan yang lebih adil.
“Menurut saya, jika dilakukan secara konsisten, di mana ada kepastian harga yang akan memberikan keuntungan yang adil kepada petani, maka itu akan sangat baik,” ujar Purwiyatno, Ahad (24/12) seperti dilansir ANTARA.
Baca juga: Jamin Hasil Panen Petani Terbeli, Anies Siap Terapkan ‘Contract Farming’
Program yang masuk dalam salah satu visi misi paslon capres-cawapres nomor urut 1 itu pada prinsipnya menawarkan kontrak antara pemerintah dan petani di daerah tertentu untuk menjamin penyerapan hasil pertanian.
Harga yang disepakati atas dasar kontrak tersebut digadang-gadang bisa memberikan kestabilan harga komoditas pangan dan pembelian hasil panen juga bisa memutus rantai mafia sektor pertanian.
Purwiyanto menyarakan bahwa ada baiknya jika program itu diberlakukan pada produk-produk tertentu untuk mendorong diversifikasi pangan sehingga dapat mengurangi ketergantungan terhadap beras.
“Usaha pertanian demikian, umumnya produksi pangan lokal, perlu didorong antara lain dengan jaminan penyerapan hasil panennya,” kata Purwiyatno.
Selain itu, untuk program jangka panjang, upaya diversifikasi pangan ini menurutnya juga berpotensi meningkatkan biodiversitas atau keanekaragaman hayati sehingga lebih menjamin keragaman dan kualitas pangan, berpotensi memberikan asupan gizi yang lebih baik, dan pada akhirnya akan memberikan dampak kesehatan yang lebih baik.
“Karena alasan itulah maka perlu didorong upaya produksi (dan pengindustriannya) aneka ragam pangan lokal. Prakarsa penjaminan bahwa hasil panennya akan dibeli dengan harga menguntungkan dan nantinya diolah atau didistribusikan oleh UKM dan dikonsumsi oleh msayarakat akan dapat mendorong diversifikasi ini,” ujar Purwiyatno.
Sebagai ilustrasi, kata dia, sekitar 62,1 persen pada 2027 dan meningkat menjadi 65,7 persen pada 2018 asupan energi masyarakat Indonesia hanya berasal dari beras, gandum, dan jagung.
Di antara ketiganya, beras sangat mendominasi atau berkontribusi sekitar 80 persen dari 62,1-65,7 persen energi dengan tingkat konsumsi yang sangat tinggi, yaitu 95,4 kg/kap/tahun di tahun 2017 dan 97,1 kg/kap/tahun pada tahun 2018.
“Ketergantungan ini perlu dikurangi, karena terlalu rentan dengan goncangan. Misalnya, karena perang, perubahan iklim, dan lain-lain. Juga akan mengganggu pasokan beras, gandum, sehingga berpengaruh nyata pada sistem ketahanan pangan kita (Indonesia),” ujarnya.[]
sumber: ANTARA