Anies dan “Angin Perubahan”
Sekaligus, melalui Rakernas di JCC Senayan itu, Partai Nasdem menunjukkan negasi dan legitimasinya bahwa posisinya kini mereka “memberontak” untuk keluar dari gerbong lokomotif partai oligarki menjadi pendulum alat peretak pecahnya angka Preshold 20% —paling tidak satu cara untuk melemahkan dan melumpuhkan senjata mereka berkuasa kembali dengan mengubah komposisi koalisi menjadi lebih “berimbang” bertambah poros politiknya.
Dikarenakan Anies Baswedan tengah disuarakan oleh sangkala tiupan angin perubahan, partai Nasdem pun bercita-cita dan berkeinginan merestorasi perubahan Indonesia, maka untuk mewujudkan demokrasi bernilai genuine yang benar-benar bersandar pada pondasi kekuatan kedaulatan rakyat, maka partai Nasdem —untuk memenuhi kuota Preshold 20%, harus berkoalisi dengan partai-partai oposisi yang selama ini tengah berjuang menjadi partai pengubah pula, yang selalu mengkritisi dan “melawan” rezim “zalim” penguasa.
Dari dasar pijakan yang seluruhnya —Anies, Nasdem, PKS dan PD bercita-cita menginginkan angin perubahan Indonesia itu, sosok tiga pendekar pejuang “The Three Musketeers” hendaknya bersepakat berkoalisi dengan semangat yang diridai Allah SWT Tuhan yang Maha Esa, “Bismillah Barakallahu” untuk disegerakan bergabung.
Mewujudkan partai koalisi perubahan Indonesia bak membentuk kuatnya tali kekang pengokang atau pelontar panah. Sedangkan, busur panahnya, adalah pasangan capres Anies-AHY, suatu pasangan capres mumpuni yang akan mampu mendongkrak politik berbasis kedaulatan rakyat, membuncah penggeloraan partisipasi publik, dan menggadang-gadangkan “arus deras” aspirasi rakyat yang memang tengah “lapar” dan “haus-dahaga” perubahan.
Mereka bertiga pendekar pejuang ulung dan adiluhung pasti akan mampu melawan dan menggempur “sisa-sisa” kekuatan oligarki yang sudah bermetamorfosis entah apa menjadi sebagai turunannya, duplikasinya dan atau koloninya, sepanjang rakyatlah yang berdaulat menyertai perjuangannya, maka “The Three Musketeers” akan dan pasti meraih kemenangan.
Meskipun, kekuatan oligarki korporasi itu yang akan mem-back up di belakangnya akan “membom bardir” dengan berapa pun besarnya uang.
Seperti makna dari lagu lain masih dari group band legendaris Inggris, Scorpion, di album Kansas, “Dust in the Wind”, manakala kekuatan kedaulatan rakyat itu sudah menggelorakan aksi perlawanannya yang membuncah, maka politik jahat dan licik, politik uang itu akan menjadi “debu yang terbawa angin” yang takkan memiliki makna dan arti apa-apa lagi,….seperti tersurat dan tersirat dalam liriknya …. And your all money won’t another minute buy, semua uang oligarki takkan bisa membeli waktu, uang itu akan musnah, seperti debu yang terbawa yang terbawa angin: angin perubahan yang amat dinantikan oleh segenap rakyat, bangsa dan negara ini. Semoga, Takbir!! Wallahu a’lam Bishawab.
Mustikasari Bekasi, 11 Juli 2022
Dairy Sudarman, Pemerhati politik dan kebangsaan.