Anies dan Intelektualitas Kenegarawanan
Yang jelas, semua itu masih menjadi faktor pemicu yang akan mudah mempengaruhi terjadinya resesi dan depresi ekonomi dan disfungsionalisasi politik global yang masih tengah berproses sampai saat ini dan sudah pasti akan berpengaruh sangat signifikan secara domestiknya ke Indonesia.
Oleh karena itu, menjelang terjadinya transisi demokratisasi kepemimpinan di negara Indonesia ini ke-8 kalinya, hendaknya harus berlangsung secara fairness dan elegant.
Artinya, menjadi pesta demokrasi pemilihan Presiden secara geniune dan ‘berdaya’ dalam penegakan law enforcement nya, yang harus bersih tidak main kotor, jujur tidak curang dan adil tidak berpihak.
Tetapi, apa yang dilihat dari indikasi dan kecenderungan yang tak bisa dipungkiri, oligarki bersama gerombolan rezim penguasa Jokowi telah mengemas “proxy setting” dengan segenap digdaya kekuatan sumber-sumber finansialnya dalam jumlah berapa pun dengan pelbagai cara tetap mempertahankannya kekuasaanya: bagaimana merekayasa agar jabatan perpanjangan tiga periode jabatan Presiden itu dapat diimplementasikan; penundaan pemilu 2024 dan atau Pilkada serentak sampai 2024; merekayasa kepemimpinan “boneka” melalui duplikasi, kroni, koloni dan atau “trah”; juga sampai pada titik melakukan permainan “pat gulipat” baik dengan eks anggota partai oligarki pendukung rezim maupun dengan seluruh jajaran infrastruktur lembaga dan komisi tinggi negara, termasuk kabinet.
Bahkan, nilai independensi dan kepercayaan tengah dipertaruhkan oleh lembaga penyelenggara Pemilu dan Pilpres, KPU dan Bawaslu. Dikuatirkan akan mengulang permainan kecurangan Pilpres 2019?
Padahal, proses transisi kepemimpinan demokratisasi itu juga tengah diperhatikan dan mendapatkan fokus penting perhatian dunia.
Dan dari keterpilihannya siapa-siapa saja bacalon Presidennya —setelah berakhirnya masa periode jabatan Presiden Jokowi sesuai konstitusi— jika oligarki dan rezim itu tetap bersikeras, hingga menabrak konstitusi betapa sungguh memalukannya Indonesia.
Bahkan, boleh jadi Indonesia bakal mendapatkan tekanan politik embargo dan dikucilkan oleh dunia internasional.
Tidak taat konstitusi itu yang berarti melakukan kudeta konstitusi, adalah sebagai tindakan “out of the box” dari proses demokratisasi.
Dengan kata lain, oligarki bersama gerombolan rezim itu telah menjadi “useless”, bak sampah demokrasi yang seluruh “perangkat lembaga negara” sudah menjadi limbah yang sudah tak berguna dan digunakan lagi.
Maka, anasir-anasir yang menjadi duplikator boneka, kroni dan koloni oligarki itu sudah harus disingkirkan.