Anies Dijegal, Rakyat Berontak
Keempat, keinginan menjadikan Anies tersangka ditargetkan sebelum partai politik (Parpol) mendeklarasikan Anies sebagai Capres pada Pilpres 2024.
Poin keempat mengindikasi bahwa penanganan perkara Formula E adalah politis, bukan murni penegakan hukum. Dan karena ada unsur politis, sangat rasional bila imbasnya juga bersifat politis.
Rakyat pendukung Anies akan melihat upaya Ketua KPK sebagai instruksi dari orang kuat dan atau oligarki, yang terancam punah di bawah kepemimpinan Anies Baswedan. Untuk apa memaksakan kasus yang tidak cukup bukti, sementara begitu banyak kasus di KPK yang terang benderang tapi tak kunjung diselesaikan?
Perkara Harun Masiku, misalnya. Menemukan satu orang ini saja KPK tak berkutik. Atau, sengaja tak berkutik? Bila KPK memang doyan menggaruk Jakarta, kenapa tidak menyelesaikan kasus Sumber Waras atau pengadaan Bus TransJakarta? Kenapa harus Anies?
Menjegal Anies sama artinya menjegal harapan rakyat akan perubahan. Kita tahu, hanya Anies Capres terkuat yang identik dengan perubahan di tengah deretan Capres yang identik dengan rezim sekarang. Anies adalah antitesa dari rezim, yang berarti antitesa dari keseluruhan capres yang ada.
Dari perspektif itu kita bisa menduga maksud pernyataan SBY tentang pengondisian dua pasang calon dari kalangan mereka. Mereka itu siapa? Mereka adalah yang selain Anies: bisa oligarki, bisa lawan politik, bisa pula gabungan keduanya.
Rakyat Berontak
Tidak heran, Anies seringkali dipersepsikan oposisi meski jabatannya adalah gubernur yang notabene perpanjangan tangan pemerintah di daerah. Sebagai “tokoh oposisi” akan berdiri jutaan atau ratusan juta rakyat di barisan Anies.
Isi barisan itu adalah kombinasi dari dua hal, yakni mereka yang menyukai cara kerja, prestasi, atau pribadi Anies dan mereka yang tersakiti oleh rezim.
Rezim ini sudah terlalu lama menyakiti rakyat. Menyakiti dengan kebohongan-kebohongan, hutang yang menumpuk, harga yang melambung, infrastruktur yang tidak tepat sasaran, oligarki yang menguat, dan seterusnya.