Anies Effect: Deformalisasi Politik
Formalisasi syarat hukum PT 20% yang angkuh dan tercengkeram kuatnya kuku tajam politik rezim penguasa kekuasaan Jokowi, justru kini tengah “merapuh” dan “memudar” mengalami proses politik deformalisasinya.
Penyebabnya, is real politic, adalah kehadiran sosok alternatif pilihan di arus utama dalam ajang kontestasi Pilpres 2024, Anies Baswedan.
Kenapa itu bisa terjadi? Karena Anies didukung rakyat yang ingin berubah.
Entitas perubahan yang diinginkan, didambakan dan diharapkan oleh rakyat menemui momentumnya sebagai suatu keniscayaan melalui Anies itu, ketika kekuasaan rezim Jokowi pun harus berakhir, lengser secara konstitusional di 2024.
Entitas perubahan yang paradigmatis dan pragmatisme politiknya oleh rakyat yang ingin “dititipkan” ke Anies itu merupakan semua proses segregasi, antitesis, dan opositas politik sebagai suatu keniscayaan pula terhadap Jokowi:
Yang terasa dirasakan oleh rakyat semakin menjauh dari visi dan misi, serta karakter pembangunan yang mementingkan kedaulatan rakyat dan negara, kesetaraan ekonomi dan keadilan sosial selama nyaris satu dekade ini.
Maka, derasnya gelombang deformalisasi politik yang terjadi —melalui simbolisasi ”Anies Effect” sebagai calon figur kepemimpinan yang diinginkan rakyat dan akan menggantikan Jokowi, menjadi faktor kausa prima terbukti secara fakta faktual terjadinya proses deformalisasi politik itu:
PDIP, meski bisa secara sendirian sudah mengantungi tiket PT 20%, justru semakin terjerembab di kubangan “politik alienisasi”. Ntah, apa signifikansi penyebabnya diduga dikarenakan menafikan dan memunafikan kepentingan Wong Cilik, di samping ditinggalkan anggota koalisinya KIB, PKB dan Nasdem.
PDIP bakal ditinggalkan banyak pendukungnya. Bahkan, siapa penentuan bakal calon Presidennya pun masih dihadapkan kebingungan, karena Puan Maharani, sebagai penerus tradisi “Trah Soekarnoisme” semakin terpuruk di setiap analisis hasil lembaga survey elektoral dibanding Anies, Prabowo, dan Ganjar Pranowo sendiri.
Demikian pula, KIB yang diduga melakukan cover up merupakan “political road side” guna menuju membangun proyek mercusuar terbentuknya “Trah Jokowi” melalui “Putra Mahkota”, Ganjar Pranowo, tengah menemui “kerapuhan” dari dalam bilamana tidak mau disebut sebagai suatu sinonim politik “penggembosan”.
Dari tiga partai anggota koalisi KIB (Golkar, PAN dan PPP) ini: proses deformalisasi politik itu tampak dilakukan oleh kelompok dan komunitas kaum muda Golkar yang justru sudah mendeklarasikan dukungannya kepada Anies.