Anies Effect: Rekam Jejak ‘Ghirah’ Kedaulatan Rakyat
Hingga akhir jabatannya pun, ditunjukkan ujian menjaga kesabaran itu menghadapi cacian, hujatan, makian bahkan firnah tak berkesudahan dari pihak yang kalah.
Hingga Ahok di penjara pun, karena Ahok itu terbukti bersalah setelah melalui proses hukum melalui sidang di pengadilan. Tanpa pengaruh, tanpa tekanan apalagi pemaksaan.
Kasus penistaan agamanya, malah berbalas dendam selalu dijadikan “trigger” jahat, seolah Anies menggunakan identitas agama itu distigmatisasi sebagai Islamophobia berbandrol intoleran, radikalisme dan terorisme sampai kini.
Entahlah, dendam kesumat apa yang telah menyelimuti pikiran, naluri dan hatinya hingga tanpa lekang waktu dan tanpa henti terus-menerus mengganggu dengan mengumbar dan memprovokasi kinerja tugas dan kewajiban Anies sebagai Gubernur itu. Baik melalui sekumpulan buzzer-buzzer bayaran yang sengaja diakomodir cover up oligarki korporasi maupun partai-partai oposisinya di parlemen di DPRD.
Tetapi, berkat konsistensi dan komitmen Anies membangun Jakarta berkemajuan itu terbuktikan, maka segala bentuk caci makian, hujatan bahkan fitnahan itu berakibat negatif, mereduksi citra, kepatutan dan keadaban mereka sendiri:
Sebagai bukan bagian oposisi kritikal yang lazim ditandai dinamika dialektika dan diskursus membangun, tetapi sebenarnya adalah oposisi “kriminal” yang kebal muka dan kebal hukum karena selalu dilindungi rezim penguasa pula melalui aparat peradilan, termasuk institusi kepolisian.
Dan tanpa disadari oleh mereka bahwa pereduksian itu telah menimbulkan pula apa yang disebut “segregasi politik” yang jelas sangat merugikan bagi kepentingan politik seolah tak ada keberadaban bagi mereka.
Segregasi politik itu menganalogikan keterpisahan sekaligus keterbalikan atas ketertuduhan kesalahan Anies yang sesungguhnya tidak dilakukannya.
Anies selalu secara geniun, jujur dan adil menempatkan norma dan nilai serta penegakan hukum dan kebenaran itu selalu bersandar kepada tata tertib aturan sesuai UU dan atau konstitusional yang berlaku.
Contoh bentuk segregasi politik itu ketika begitu beraninya Anies menghentikan proyek reklamasi; mereformasi kepemilikan perusahaan air minum yang sudah berpuluh-puluh tahun dikuasai swasta konglomerasi ke Pemprov, sehingga harga jauh lebih murah 80%; pengelolaan tiap apartemen diserahkan ke penghuni bukan ke pengembang; Jak Linko Moda Transportasi terintegrasi membuat biaya ke masyarakt menjadi sangat murah dan terjangkau di lapisan masyarakat paling bawah; Bebas PBB bagi orang berjasa: guru, dosen dan veteran.
Juga di setiap tahun selalu ada kenaikan UMP yang menyejahterakan kaum buruh; membangun pemukiman baru secara cuma-cuma bagi korban penggusuran dan kebakaran; membuatkan IMB kolektif dalam pemanfaatan lahan negara untuk tempat tinggal bagi masyarakat miskin dan tak berpunya; dll masih banyak lagi program yang telah dilaksanakan yang berkepentingan dengan implementasi nilai kesataraan dan keadilannya.