Anies ‘Go Back’ to Jakarta
Malah, justru ini pun akan semakin mengurangi kompetensi dari sekadar penghormatan kepada Anies, seandainya sekalipun dibarengi Anies pun ditawari jabatan menteri sebagai anggota dari Kabinet Pra-Gib.
Akan tetapi terasa lebih sebagai suatu kehormatan bagi kepemimpinannya bilamana Anies menjadi Gubernur.
Jabatan Gubernur itu endoorsment pilihan geniune rakyat Jakarta, warganya. Pilihannya lagi-lagi sebagai implementasi keniscayaan menjunjung tinggi kedaulatan rakyat berkesenantiasaan sebagai landasan utama perjuangan dan kejuangannya.
Bukan endoorsment kelompok para elite politik dari dan partai sokongan Pra-Gib yang notabene produk cawe-cawe Jokowi. Yang kemudian melahirkan persalinan dinasti politik Jokowi.
Makanya, itulah kenapa Anies pun dipastikan akan menolak berpasangan dengan Kaesang.
Dan jangan berharap mengulang keberhasilan “Gibran Sang Anak Haram Konstitusi” sebagai Wapres” dikarenakan diloloskan MK.
Itu tidak akan lagi terjadi di Jakarta bagi Kaesang akan diloloskan MA agar bisa maju di Pilkada DKI sebagai Wagub.
Itu adalah sebagai tindakan “Own Goal”, selayaknya Ahok ketika mengalami kekalahan dikarenakan akibat efek penistaan agama yang dilakukannya.
Jika MA kemudian pun memaksakannya, maka jelas ini merupakan “penistaan hukum”, pelanggaran hukum yang takkan bisa ditolerir oleh warga DKI yang secara mayoritas dilapisi banyak komunitas masyarakat menengah yang berkesadaran sebagai:
Pertama, Civitas akademika, berpendidikan dan intelektualis;
Kedua, komunitas madani, berkemandirian secara ekonomi, sosial dan budaya dicerminkan oleh para pendukung militansi dan fanatisme sukarelawan Anies 2017 yang menjadi kepeloporan dan cikal bakal kesukarelawanan Anies yang nyaris memenangkan Pilpres;
Ketiga, “Amicus Curiae” berkesadaran hukum dan peradilan;
Keempat, “Concentia” berkesadaran semangat etika dan moralitas;