Anies Menuju Transisi Kebaruan dan Pembaharuan Politik Indonesia 2029?
Justru, malah dalam siklus lingkaran dan strukturalisasi politik dinasti yang sedemikian penuh tanpa celah di sepanjang sejarah kepemimpinan pemerintahan —yang pada akhirnya seluruhnya bergabung di koalisi pemerintahan Pragib (bisa bertahankah Megawati Soekarnoputri yang masih tersisa tetap menolak bergabung?) — itu hanya menimbulkan dampak semakin buruk bagi kepastian terjadinya kemunduran dan “mati surinya” demokrasi; sementara di lini perikehidupan bidang ekonomi dan hukum dikuasai penuh oleh para mafia dan oligarki.
Bahkan, seperti yang terjadi pada kekuasaan Jokowi —akan nyaris sama keberlanjutannya dengan Pragib—sangat dikuatirkan telah dan bakal menjadi rezim simbol kediktatoran, alias otoritarianisme-otoriter baru.
Terlebih, kini bergabungnya dua pribadi antara murni militeristik-otoriter dan warisan civiliant otoritarian Jokowi sang ayah.
Namun, di Pilpres 2024 yang boleh disebut pula, sebagai masa transisi demokrasi, pertolongan Tuhan Yang Maha Kuasa bagi negeri ini masih ada dan nyata, adalah kemunculan The Rising Star Anies Rasyid Baswedan (ARB), yang digadang-gadang akan menjadi presiden baru Indonesia setelah menandai begitu luar biasa dalam keberhasilannya memimpin Jakarta:
Ternyata orang dengan pribadi yang bersih, genuine, dan tanpa turunan warisan struktur dan lingkaran dinasti politik siapa pun, non kolusi oligarki dan seorang meritokrat dan demokrat tulen dalam menjalankan kepemimpinannya pemerintahan di Jakarta dan Indonesia anti KKN kelak.
Tetapi, semenjak awal pencalonannya ARB ini memang sengaja dijegal dan tidak dikehendaki oleh rezim penguasa dengan pelbagai cara keji dan licik dengan di-bully, dan difitnah.
Ketika tiba di event pencalonan Presiden di Pilpres 2024 hingga dibentuk ada suatu gugus tugas dan kewajiban ARB harus dikalahkan.
Itupun dilakukan dengan segenap daya upaya mereka dengan tindakan penuh kecurangan, keculasan dan kelicikan secara TSM di penyelenggaraan Pilpres 2024 lalu itu.
Dan itu dibiayai dengan “money politic” yang sangat sangat mahal, beratus-ratusan trilyun, dengan dua sumbernya secara tidak langsung berasal dari anggaran negara APBN, seperti nyaris 500 trilyun penyaluran Bansos dan BLT yang paralel penyelenggaraan waktunya dengan Pilpres . Juga biaya logistik Pilpres mereka yang tentu saja berasal dari para oligarki jahat penyokongnya penuh kelicinan, kelicikan dan keculasan, dengan jaminan “sekadar makan siang pun tak ada yang gratis”!
Pun kekalahan ARB itu terjadi dikarenakan keroyokan adanya “turut campur yang seharusnya terlarang” oleh UU dari struktur perangkat aparatur negara dari kepala desa, kepala daerah, hingga keterlibatan MK, KPU, Bawaslu, termasuk ASN, TNI dan Polri sendiri.
Tetapi, lihatlah Anies melalui hasil elektoral Pilpres 2024 berhasil — meskipun hanya mampu menghimpun 40 juta pendukungnya, adalah nyaris seluruhnya komunitas masyarakat istimewa kelas menengah yang sesungguhnya akan memberi misi “kemenangan sesungguhnya yang tertunda” kelak, terdiri dari: