Anies-Muhaimin Bisa Menangi Pilpres 2024
Ketika Surya Paloh (SP) melamar Cak Imin hal apa yang pertama di speak up oleh SP itu seperti syarat, adalah “Kita bicara blak-blakan aja jangan ada tipu-tipu muslihat yah….”.
Itu bocoran yang diceritakan dan diakui sendiri oleh Cak Imin saat momen konferensi pers.
Ini menyiratkan yang dipertanyakan awal oleh SP ke Cak Imin itu sebagai syarat, adalah soal yang sangat penting dan fundamental, perihal: komitmen, integritas dan loyalitas.
Sebab SP sudah memahami dan mengerti resikonya kalau Cak Imin itu berasal dari kubu atau poros sebelah yang masih leterlek kubu atau poros cebong.
Hanya selang dua hari kemudian Cak Imin jadilah dinikahkan. Di pidato politik deklarasi resmi pengukuhan pasangan Anies-Cak Imin capres-cawapres untuk KPP di Hotel Majapahit Surabaya 2 September kemarin, SP bilang sangat ekspresif dengan nada dan intonasi keras, berteriak berbulat tekad: “Selamat tinggal, bye-bye bagi cebong dan kampret!!…”
Ini tampaknya pemikiran visioner Surya Paloh yang menyiratkan bahwa momentum transisi demokrasi itu ——tidak sekedar melewati saja penyelenggaran Pilpres dan Pemilunya —- tetapi harus bermutu dan berbobot .
Harus membawa esensi dan subtansi visi dan misi dalam peristiwa politik itu bagi perubahan dan perbaikan Indonesia yang nyata dan sesungguhnya.
Melaluinya dan kembali dari padanya kita mendapatkan “nilai-nilai pembelajaran politik” yang demokratis, baik, jujur dan adil.
Melandasi hukum konstitusional Pancasila dan UUD 1945 bahwa betapa pilar yang paling pokok dan utama bangsa, adalah kebersatuan Indonesia seutuhnya itu merupakan keniscayaan yang dibentuk berasal dari pluralisme dan kebhinekaan.
Maka, katakan selamat tinggal, bye-bye bagi segala bentuk, soal dan yang menjadi biang kerok terjadinya polarisasi, perpecahan, dan keterbelahan di antara rakyat kita.
Sekarang tak ada lagi cebong dan kampret. Tak ada lagi kadrun dan jokodok. Yang ada rakyat yang bersatu ingin lebih naik derajat, lebih bermartabat, beradab, terhormat dan termuliakan.
Dikarenakan adalah suatu keharusan dikembalikannya kedaulatan itu kepada rakyat sebagai pemangku dan pemegang kekuasaan tertinggi.