Anies Pejuang, Bukan Petugas Partai Bukan pula Boneka
Dan yang lebih tak masuk pikiran logika lagi, acara euforia suka cita pelepasan Anies itu dituduh seolah “diatur” oleh dan atas perintah Anies kepada seluruh ASN para SKPD, sehingga supaya terkesan pengunjung sangat membludak. Termasuk, para Camat dan Lurah untuk mewajibkan ASN hadir, pembuktiannya viral di medsos seolah sangat presisi diperagakan undangannya yang mewajibkan perintah kehadiran itu.
Tetapi, yang terjadi di lapangan justru mayoritas yang paling banyak hadir, adalah dari ratusan kelompok komunitas sukarelawan politik Anies. Sedangkan, ASN itu tenggelam entahlah tak nampak kemana.
Komunitas relawan itu tidak berasal dari Jabodetabek saja, bahkan hadir pula dari pelbagai provinsi lainnya, termasuk yang paling jauh berasal dari Papua.
Secara simultan ditambah pula acara pelepasan itu disambut oleh para kelompok komunitas relawan politik di seluruh Indonesia dengan pelbagai acara pawai keliling kota, pidato terbuka dan pernyataan redeklarasi dukungan terhadap Anies di daerahnya masing-masing.
Jadi, sekali lagi mereka salah menjastifikasi peristiwa ini, fenomena banyaknya dukungan dari kelompok komunitas sukarelawan politik Anies itu semakin jelas dan terang benderang menjadikan premis:
Itu nyata dan faktual bahwa ketokohan Anies adalah fenomena baru sebagai sang calon Presiden satu-satunya berdasarkan partisipasi publik yang sadar, iklas dan jujur, serta tanpa pamrih memang keniscayaan adanya keinginan dan asa Anieslah yang hendak mereka usung untuk memimpin mewujudkan perubahan Indonesia yang lebih baik. Keinginan dan asa itu mereka gantungkan di bahu dan pundak Anies semata.
Bukan sebaliknya, seperti kelompok komunitas sukarelawan politik Jokowi yang memang hanya sengaja dicetak sebagai pesanan dan orderan politik yang bersifat artifisial dan sintesis belaka.
Lihatlah dengan mata terbelaklak: keinginan adanya suara aspirasi rakyat Jokowi Presiden tiga periode sesungguhnya jelas modus rekayasa belaka: inisiasi Projo adanya “deklarasi rekayasa” kepala desa, juga terselenggaranya Musra, atau yang terkini Arief Puyono justru dari Gerindra yang bakal mengajukan amandemen konstitusi UUD 1945 adanya perubahan jabatan Presiden ke MK.
Selanjutnya, dipastikan ke depan hingga melewati jadual masa kampanye nanti, kita semakin yakin, akan disuguhi tuduhan, hujatan, ujaran kebencian bahkan firnah itu akan semakin bergemuruh dan tajam di media sosial mana kala Anies akan sampai pada menemukan momentum akhirnya bahwa Anies memang kemudian dicalonkan resmi oleh partai-partai koalisinya sebagai calon Presiden.
Boleh jadi tumbuh dan timbulnya sengketa demi sengketa itu akan terjadi melalui peperangan politik di dunia maya yang sengit dan brutal , narasinya tidak saja akan berlangsung secara keji dan curang, bahkan hegemoninya bakal melampaui tindakan dengan tujuan pembunuhan karakter.
Maka, akan sangat berbahayanya bilamana partai oligarki yang sudah bermetamorphosis menjadi turunan, koloni, dan atau duplikasi ada keterlibatan oligarki korporasi yang memiliki kepentingan membekingi dengan ketersediaan dana amunisi dan logistik yang tak terkira, muncul upaya dan cara yang tak mempedulikan bagaimanapun caranya—sekalipun dengan cara-cara mafia-mafioso itu, tujuan akhirnya jelas adalah menjegal Anies tak bakal memenangi kontestasi Pilpres 2024 itu.