Anies-Puan, Pasangan Kontroversial
Pola pemasangan di aras PT 20 % terus berkonfigurasi. Ada Prabowo-Puan, Ganjar-Erick, Anies-AHY, bahkan muncul Ganjar-Anies, Prabowo-Khofifah, Anies-Puan, dan yang paling lucu Prabowo-Jokowi. Konsepsi ilusi Jokowi tiga periode adalah Jokowi-Prabowo. Para “king maker” sedang berpikir dan melakukan lobi keras. Sebenarnya sulit membedakan “king maker” dengan bandar ataupun calo Pilpres.
Survey selalu unggulkan Prabowo, meski tingkat kepercayaan pada survey itu rendah, lembaga yang bisa dibayar dan dipesan. Ganjar selalu disebut sebagai pewaris dan kepanjangan kekuasaan Jokowi dan oligarki. Anies justru yang paling riel dalam gebyar dukungan. Paling ditakuti dan sangat berpeluang. Memasang-masangkan Anies untuk cawapres menjadi daya tarik tersendiri.
Pasangan rasional adalah Anies-AHY karena sekurangnya PKS, Nasdem, dan Demokrat cukup untuk mengusung lewat ambang batas PT 20 %. Pasangan potensial adalah Anies-Airlangga karena Airlangga Ketum Golkar berkubu dengan PAN dan PPP. Adapun pasangan kontroversial adalah Anies-Puan. Fenomena baru yang dikaitkan dengan manuver orang JK. Soal umroh segala.
Orang bisa menilai ideal sebagai pasangan relijius dan kebangsaan. Tapi itu kontroversial karena basis dukungan Anies dan Puan berada pada posisi diametral. PDIP termasuk partai yang berusaha menjegal Anies sejak awal sementara pendukung Anies rentan pada PDIP yang merepresentasi partai penguasa. Jauh dari rakyat dan umat Islam. Kawin paksa tidak akan membuat rumah tangga bahagia.
Tiga hal penting jika kawin paksa dari pasangan kontroversial ini dilakukan, yaitu;
Pertama, kedua pendukung sebagian akan berlari ke lain hati. Atau enggan mendukung perpaduan. Kubu Islam pendukung Anies mungkin memilih golput, pendukung Puan bisa beralih ke Ganjar. Apalagi jika partai-partai awal pendukung Anies menarik diri, Anies-Puan hanya akan diajukan oleh PDIP. Artinya fatal.
Kedua, posisi Anies tidak aman karena partai pendukung Puan memiliki fanatisme yang jauh lebih kuat, sementara Anies didukung oleh partai-partai dengan ikatan yang lebih cair. Anies akan digoyang dan dijatuhkan di tengah jalan dalam rangka membuka peluang bagi Puan untuk menjadi Presiden. Operasi intelijen bisa dimainkan.
Ketiga, Anies-Puan sulit melakukan perubahan politik karena PDIP adalah partai konservatif sekaligus the rulling party. Akan ikut berperan dalam menentukan kebijakan. Gagasan otentik dan konstruktif Anies bakal banyak terganjal. Terutama pemberantasan KKN dan penegakan HAM.
Gonjang-ganjing pemasangan Anies-Puan hanya menguntungkan Puan. Mendongkrak kenaikan ratingnya. Sementara bagi Anies sama sekali tidak menguntungkan bahkan mungkin merugikan. Qua intelektual, emosional, integritas, maupun track record kepemimpinan yang berbeda tidak akan membawa keduanya bersimbiosis mutualisma bahkan mungkin saja parasitis.
Tetapi benar kata sebagian orang bahwa Belanda itu masih jauh, jadi semua otak-atik masih terlalu dini. Meski Formula E menunjukkan kesuksesan Anies Baswedan yang mampu menaklukan Puan dan Jokowi namun belum tentu kondisi berjalan normal hingga 2024.
Dalam hal perubahan politik terjadi lebih cepat dimana Jokowi lengser sebelum 2024 atau PT 20% ternyata telah hapus, maka cerita soal Pilpres akan bernarasi lain.
M. Rizal Fadillah, Pemerhati Politik dan Kebangsaan
Bandung, 6 Juni 2022